Ads 468x60px

.

Tuesday 4 May 2010

TEORI PERTUMBUHAN EKONOMI


Klasik
Walaupun pemikiranpemikiran tentang ekonomi sudah sangat berkembang pada abad ke15, pada saat terjadinya revolusi pertanian di Eropa, tetapi pengakuan terhadap ilmu ekonomi sabagai cabang tersendiri baru diberikan pada abad ke18, setelah munculnya tokoh Adam Smith dalam percaturan ekonomi. Adam Smith (1729 1790) tidak disangsikan lagi merupakan tokoh kunci dari aliran ekonomi yang kemudian disebut sebagai aliran Klasik.
Aliran atau mazhab yang dikembangkan oleh Adam Smith disebut mazhab Klasik disebabkan gagasangagasan yang ia tulis sebetulnya sudah banyak dibahas dan dibicarakan oleh pakarpakar ekonomi jauh sebelumnya. Misalnya soal paham individualisme, tidak banyak berbeda dengan faham hedonisme yang dikembangkan oleh Epicurus pada masa Yunani Kuno. Begitu juga pendapat tentang agar pemerintah melakukan campur tangan seminimal mungkin dalam perekonomian (laissez fairelaissez passer), sudah dibicarakan oleh Francis Quesney sebelumnya. Karena gagasangagasan Smith banyak yang sudah klasik, oleh “musuh bebuyutannya” Karl Marx aliran yang dikembangkan kembali oleh Smith ini disebut dengan Mazhab Klasik (Deliarnov, 1995).
Ahliahli ekonomi Klasik, yaitu ahliahli ekonomi yang hidup diantara masanya Adam Smith dan Keynes (1936) sangat menekankan tentang peranan sistem peranan pasar bebas sebagai pengatur kegiatan ekonomi yang efisien. Pandangan yang menyokong penggunaan sistem ini dalam mengatur kegiatan ekonomi pertama kali dikemukakan dalam buku Smith yang diterbitkan pada tahun 1776 dengan judul: An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations atau lebih dikenal dengan The Wealth of Nations. Dalam buku ini Smith memperkenalkan konsep invisible hand atau tangan gaib yang mampu mengatur kegiatan perekonomian secara efisien.
Yang dimaksud dengan invisible hand adalah sistem pasar, dimana penjual dan pembeli berinteraksi dalam berbagai kegiatan ekonomi untuk menentukan barang dan jasa yang perlu diproduksi dalam masyarakat. Dalam interaksi itu, (1) para pembeli akan berusaha mencapai kepuasan maksimum dalam menggunakan pendapatannya, dan (2) para penjual akan berusaha mencapai keuntungan maksimum dalam menggunakan faktor-faktor produksi yang tersedia. Berdasarkan motivasi tersebut ahli ekonomi Klasik yakin sistem pasar bebas akan dapat menciptakan efisiensi yang maksimal dalam setiap kegiatan ekonomi. Secara agregat tendensi ini akan menyebabkan efisiensi yang tinggi dalam keseluruhan kegiatan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi yang teguh dalam jangka panjang (Sukirno, 2005).
Ahliahli ekonomi Klasik berkeyakinan dalam perekonomian akan selalu tercapai keadaan kesempatan kerja penuh atau full employment. Ini tidak berarti bahwa pengangguran tidak pernah terwujud. Pengangguran tenaga kerja dapat berlaku dalam setiap perekonomian, tetapi menurut ahliahli ekonomi Klasik, masalah itu hanyalah bersifat sementara. Sehingga apabila pengangguran terwujud maka akan terjadi penyesuaianpenyesuaian pada pasar yang akan menyebabkan kembalinya tingkat kesempatan kerja penuh. Penyesuaian itu berlaku dalam pasar barang, pasar financial dan tenaga kerja.
Keyakinan itu didasarkan pada pandangan bahwa di dalam perekonomian tidak akan terdapat kekurangan permintaan. Ini diungkapkan dengan jelas oleh ekonom klasik Jean Baptise Say (17671832): “supply creates its own demand”. Menurut pendapatnya dalam setiap perekonomian jarang sekali terjadi masalah kelebihan produksi. Kelebihan produksi, apabila terjadi adalah masalah sementara. Mekanisme pasar akan membuat penyesuaian sehingga akhirnya jumlah produksi akan turun disektor yang mengalami kelebihan dan akan naik di sektor yang mengalami kelebihan permintaan. Pendapat ini tidak hanya berlaku pada kegiatan ekonomi yang subsistem, yaitu kegiatan ekonomi yang hanya melibatkan dua sektor dan penerima pendapatan tidak menabung dan para pengusaha tidak melakukan penanaman modal sehingga nilai produksi yang diciptakan sektor perusahaan akan selalu sama dengan nilai seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh sektor rumah tangga, tepai juga berlaku pada kegiatan ekonomi modern.
Keyakinan tersebut didasarkan pada keyakinan mereka terhadap fleksibilitas tingkat suku bunga yang akan menjamin bahwa pada akhirnya keinginan orang untuk menabung adalah sama dengan keinginan perusahaan untuk melakukan investasi. Sebagai akibatnya: pada tingkat kesempatan kerja penuh, permintaan agregat akan selalu sama dengan penawaran agregat.
Disamping itu keadaan perekonomian yang selalu mencapai kesempatan kerja penuh disebabkan oleh fleksibilitas tingkat upah di pasar tenaga kerja. Dalam analisis makro ekonomi klasik tingkat upah ditentukan oleh permintaan dan penawaran tenaga kerja. Kelebihan tenaga kerja akan menurunkan tingkat upah dan kekurangan tenaga kerja akan meningkatkan upah. Fleksibilitas ini akan menyebabkan pada suatu tingkat upah, penawaran tenaga kerja akan selalu sama dengan permintaan tenaga kerja suatu keadaan yang menggambarkan pengangguran tidak berlaku (kesempatan kerja penuh tercapai).
Karena perekonomian selalu beroperasi pada kesanggupan yang paling maksimum yaitu mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh, maka Menurut ahli-ahli ekonomi Klasik tingkat kegiatan ekonomi akan ditentukan oleh jumlah dan kualitas faktorfaktor produksi yang tersedia dalam perekonomian. Faktorfaktor tersebut adalah: Jumlah Barang Modal (K), Tenaga Kerja (L), Kekayaan Alam (Q), Teknologi (T).
Dengan demikian tingkat kegiatan ekonomi atau pendapatan nasional dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:
Y = f ( K, L, Q, T )
Keynes
Dalam tahun 19291932 ekonomi dunia menghadapi masalah depresiasi yang sangat serius. Tingkat produksi nasional di negaranegara maju pada tahun 1932 adalah jauh di bawah tingkat yang dicapai pada tahun 1929. Sebanyak 2030 persen tenaga kerja di negaranegara maju dalam keadaan menganggur.
Keynes berpendapat bahwa penggunaan tenaga kerja penuh adalah keadaan yang jarang terjadi, dan hal itu disebabkan kerena kekurangan permintaan agregat yang wujud dalam perekonomian. Perbedaan pendapat yang sangat bertentangan di antara Keynes dengan ahliahli ekonomi Klasik ini bersumber dari perbedaan di antara mereka dalam dua persoalan berikut: (1) faktorfaktor yang menentukan tingkat tabungan dan investasi dalam perekonomian (2) sifatsifat perkaitan di antara tingkat upah dengan tenaga oleh pengusaha.
Pandangan Keynes tidak sependapat dengan pandangan ahliahli ekonomi Klasik yang menyatakan bahwa tingkat tabungan dan investasi sepenuhnya ditentukan oleh tingkat bunga, dan perubahanperubahan dalam tingkat bunga akan menyebabkan tabungan yang tercipta akan sama dengan investasi yang dilakukan oleh para pengusaha. Menurut Keynes besar kecilnya tabungan yang dilakukan oleh rumah tangga bukan tergantung pada tinggi rendahnya tingkat bunga. Akan tetapi ia terutama tergantung pada besar kecilnya pendapatan yang diterima oleh rumahtangga.
Disamping itu Keynes tidak yakin bahwa jumlah investasi yang dilakukan para pengusaha sepenuhnya ditentukan oleh tingkat bunga. Keynes berpendapat bahwa disamping tinggi rendahnya tingkat bunga ada faktorfaktor penting lainnya yang menjadi pertimbangan untuk melakukan investasi, seperti keadaan ekonomi pada masa kini, ramalan perkembangan ekonomi masa yang akan datang, dan perkembangan teknologi.
Berdasarkan keyakinan tersebut, maka Keynes berpendapat bahwa tidak selalu terjamin terjadi kesamaan antara jumlah tabungan dan jumlah investasi yang dilakukan oleh para pengusaha. Menurut pendapat Keynes, pada umumnya investasi yang dilakukan oleh para pengusaha adalah lebih kecil dari jumlah tabungan yang dilakukan oleh rumahtangga. Oleh karenya permintaan agregat dalam perekonomian adalah lebih rendah dari produksi barangbarang dan jasajasa. Kekurangan dalam permintaan agregat ini akan menimbulkan pengangguran dalam perekonomian.
Disamping karena kekurangan dalam permintaan agregat atau pembelanjaan agregat, pandangan Keynes bahwa pengangguran kerap terwujud dalam perekonomian adalah didasarkan pula pada keadaan pasar tenaga kerja. Menurut Keynes tingkat upah tenaga kerja adalah tidak fleksibel tetapi rigid – yaitu tidak mudah berubah, dan terutama sukar untuk diturunkan ke bawah. Dengan perkataan lain apabila berlaku keadaaan dimana penawaran tenaga kerja melebihi permintaan sehingga pengangguran berlaku, tingkat upah tidak akan mengalami penurunan sehingga penawaran dan permintaan tenaga kerja akan seimbang kembali.
Oleh karena upah sukar untuk diturunkan maka kelebihan penawaran tenaga kerja akan terus berlaku dan sistem pasar bebas tidak akan dapat mengatasi masalah tersebut. Berdasarkan kritiknya diatas Keynes berpendapat sistem pasar bebas tidak akan dapat membuat penyesuaianpenyesuaian yang akan menciptakan tingkat kesempatan kerja penuh. Untuk mencapai keadaan itu diperlukan peranan atau kebijakankebijakan pemerintah.
Jika menurut ahliahli ekonomi Klasik produk nasional yang diwujudkan oleh perekonomian ditentukan oleh segi penawaran – yaitu bergantung pada kemampuan faktorfaktor produksi menghasilkan dan menawarkan barang dan jasa dalam perekonomian, maka menurut Keynes faktor penentu kegiatan perekonomian terutama bergantung pada segi permintaan, yaitu bergantung pada pembelanjaan atau pengeluaran agregat yang dilakukan dalam perekonomian. Semakin besar perbelanjaan agregat yang dilakukan dalam perekonomian, semakin tinggi tingkat kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja yang dicapai.
Dalam perekonomian modern pegeluaran agregat dibedakan dalam empat sektor, yaitu: pengeluaran rumah tangga, pengeluaran swasta, penegeluaran pemerintah, dan ekspor bersih yaitu ekspor dikurangi dengan impor. Dengan demikian tingkat kegiatan ekonomi atau pendapatan nasional dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:
Y = C + I + G + ( X – N )

Keynesian (HarrodDomar)
Secara terpisah Sir Roy F. Harrod (Oxford University) dari Inggris dan Evsey Domar (Massachussets Institute of Technology) dari Amerika Serikat mengembangkan teori pertumbuhan yang bersamaan pandangannya. Oleh sebab itu sekarang ini teori tersebut dikenal sebagai teori HarrodDomar.
Teori ini mengembangkan analisis Keynes dengan memasukkan masalah-masalah ekonomi jangka panjang, serta berusaha menunjukkan syarat yang dibutuhkan agar perekonomian bisa tumbuh dan berkembang dengan mantap (steady growth) (Arsyad, 1997).
Teori ini pada dasarnya melengkapi analisis keynes mengenai penentuan tingkat kegioatan ekonomi. dalam analisis HarrodDomar yang menjadi pokok persoalan analisis adalah: apakah syarat yang diperlukan agar pertumbuhan ekonomi akan terus menerus teguh pada masa depan.
Untuk menunjukkan hubungan di antara analisis keynes dengan teori Harrod Domar terlebih dahulu akan diperhatikan kembali teori keseimbangan kegiatan perekonomian yang dikemukakan dalam teori keynes. Toeri keynes pada hakekatnya menerangkan bahwa pembelanjaan agregat akan menentukan tingkat kegiatan perekonomian. Dalam perekonomian dua sektor pembelanjaan agregat terdiri dari konsumsi rumah tangga dan investasi perusahaan. Analisis yang dikembangkan oleh keynes menunjukkan kepada kita bagaimana konsumsi rumah tangga dan investasi perusahaan tersebut akan menentukan tingkat pendapatan nasional. Analisis HarrodDomar maju selangkah lagi dari keadaan ini.
Teori HarrodDomar mengingatkan kita bahwa sebagai akibat investasi yang dilakukan tersebut pada masa berikutnya kapasitas barangbarang modal dalam perekonomian akan bertambah. Teori HarrodDomar menunjukkan bahwa jawaban kepada persoalan ini relatif sederhana, yaitu agar seluruh barang modal yang tersedia digunakan sepenuhnya, permintaan agregat haruslah bertambah sebanyak kenaikan kapasitas barangbarang modal yang telah terwujud sebagai akibat dari investasi di masa lalu.
Dalam perekonomian dua sektor pertambahan pembelanjaan agregat terutama harus terwujud dari kenaikan investasi. Berarti untuk menjamin pertumbuhan ekonomi yang teguh, investasi harus terus menerus mengalami pertambahan dari tahun ke tahun. Sekiranya keadaan ini tidak berlaku pertumbuhan ekonomi akan mengalami perlambatan dan mungkin akan menghadapi resesi.
Inti dari teori HarrodDomar adalah agar bisa tumbuh dengan pesat, maka setiap perekonomian haruslah menabung dan menginvestasikan sebanyak mungkin dari GDPnya. Semakin banyak yang dapat ditabung dan kemudian diinvestasikan, maka laju pertumbuhan itu akan semakin cepat (Todaro, 1998).

NeoKlasik (Solow)
Teori pertumbuhan ekonomi NeoKlasik berkembang sejak tahun 1950an. Teori ini berkembang berdasarkan analisisanalisis mengenai pertumbuhan ekonomi menurut pandangan ekonomi Klasik. Ekonom yang menjadi perintis dalam mengembangkan teori tersebut adalah Robert Solow (Massuchussets Institute of Technology).
Pada intinya, model ini merupakan pengembangan dari formulasi Harrod Domar, dengan menambah faktor ke dua, yakni tenaga kerja, serta memperkenalkan variabel independen ketiga, yakni teknologi, kedalam persamaan pertumbuhan (growth equation) (Todaro, 2000).
Dalam analisis Neo-Klasik diyakini bahwa perkembangan faktor-faktor produksi dan kemajuan teknologi merupakan faktor utama yang menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi pada suatu masa tertentu dan perkembangannya dari satu waktu ke waktu lainnya. Dengan demikian, pada hakekatnya ia tidak berbeda dengan pandangan ahli-ahli ekonomi klasik yang juga berpendapat bahwa perkembangan faktor-faktor produksi, terutama tenaga kerja dan modal, dan perkembangan teknologi merupakan faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi.
Menurut teori ini, faktor kemajuan teknologi ditetapkan sebagai faktor residu untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, dan tinggi-rendahnya pertumbuhan itu sendiri oleh solow maupun para teoritis lainnya diasumsikan bersifat eksogen, atau selalu dipengaruhi oleh berbagai macam faktor (Todaro, 2000).
Residual tersebut juga disebut dengan total factor productivity, yaitu tingkat pertumbuhan produktivitas, faktor produksi yang tidak dapat lagi dikelompokkan sebagai kontribusi dari modal atau tenaga kerja. Meskipun namanya terkesan remeh, yakni residu atau “sisa”, namun peningkatan GNP residu ini menyumbang 50 persen pertumbuhan ekonomi sepanjang sejarah negara-negara industri maju. Dalam ungkapan kalimat yang lebih longgar, teori Neo-Klasik berpendapat bahwasannya sebagian besar pertumbuhan ekonomi tersebut bersumber dari hal-hal yang bersifat “eksogen” atau proses-proses kemajuan teknologi yang sepenuhnya independen (Todaro, 1998).
Usaha untuk memperbaiki kekurangan model pertumbuhan solow, dinyatakan dengan memecah total factor productivity tersebut dengan memasukkan variabel lain, dimana variabel ini dapat menjelaskan pertumbuhan yang terjadi. Model pertumbuhan yang demikian disebut dengan model pertumbuhan endogen (Endogenous Growth Model).

RUJUKAN
  1. Ardito Bninadi. 2003. Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Jawa Dan Luar Jawa. Ekonomi Pembangunan. Vol.8 No.1, Juni 2003, hlm: 39-48
  2. Boediono. 1982. Ekonomi Makro. Yogyakarta: BPFE.
  3. Bradley, Rebecca and Gans, Joshua S. 1996. Growth in Australian Cities, The Economic Record, The Economic Society of Australia, Vol 74 (226)
  4. Deliarnov, 1995. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
  5. Didik J. Rachbini. 2001. Pembangunan Ekonomi dan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Grasindo
  6. Dronbusch, Fischer, Startz. 2004. Makroekonomi. Jakarta: PT. Media Global Edukasi
  7. Gujarati, D.N. 2003. Basic Econometrics, 4th Ed. Singapore: McGraw-Hill International Edition
  8. Guritno Mangkoesoebroto. 1993. Ekonomi Publik. Ed. 3, Yogyakarta: BPFE
  9. Lincolin Arsyad. 2005. Pengantar Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah, Ed.2, Yogyakarta: BPFE
  10. Malecki.1991. Technology and Economic Development: The Dinamics of Lokal, Regional and Natural Change, New York: John Wiley &Sonc, INC
  11. Mankiw, Gregory. 2003. makroekonomi, Ed. 5, Jakarta: Erlangga
  12. Meier, G.M. 1995. Leading Issue in Economic Development. 6th Ed, New York: Oxford University Press
  13. Moeljarto T. 1995. Politik Pembangunan: Sebuah Analisis, Konsep, Arah dan Strategi. Yogyakarta: Tiara Wacana
  14. Mudrajad Kuncoro. 2001. Metode Kuantitatif: Teori Dan Aplikasi Untuk Bisnis Dan Ekonomi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN
  15. _________. 2002. Analisis spasial dan regional, studi aglomerasidan kluster industri indonesia. Yogyakarta: UPP AMP YKPN
  16. Nasyith Majidi, 1997. Anggaran Pembangunan dan Ketimpangan Ekonomi Antar Daerah, PRISMA, LPFE-UI
  17. Paul Sihotang. 2001. Pengantar Perekonomian Regional. Jakarta: LPFE-UI
  18. Payaman J. Simanjuntak. 1998. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Ed. 2. Jakarta: LPFE-UI
  19. Richard T. Froyen, 2002. Macroeconomic: Theories and Policies. 7th Ed, New York: Prentice Hall International, Inc
  20. Suahazil Nazara. 1994. Pertumbuhan Ekonomi Regional Indonesia, Suatu Aplikasi Fungsi Produksi Agregat Indonesia tahun 1985-1991. Bisnis dan Ekonomi. Vol. 7 No.5
  21. Sadono Sukirno. 2002. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Ed.2, Jakarta: Rajawali Pers
  22. Samuelson, Paul A dan Nordhaus, William D.1996. Makroekonomi. Ed.11, Jakarta: Erlangga
  23. Soelistyo, Sudarsono dan A. Sudarman. 1981. Prospek Kesempatan Kerja dan Pemerataan Pendapatan dalam Repelita III, dalam Thee Kian Wie (Ed.), Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan. Jakarta: Lembaga Peneliti, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, 1981, hlm: 53-77
  24. Sutarno dan Mudrajad Kuncoro. 2003. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Antar Kecamatan di Kabupaten Banyumas 1993-2000, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 8 No. 2, Desember 2003, hlm: 97-100
  25. Todaro, M. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Ed.7, Jakarta: Erlangga
  26. Yuwono Prawisetoto, 2002, Desentralisasi Fiskal Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol 2 Agustus, hlm: 132-143.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

ARTIKEL TERKAIT