1. Definisi Kebijakan Moneter
Kebijakan
moneter adalah upaya mengendalikan atau mengarahkan perekonomian makro ke
kondisi yang diinginkan (yang lebih baik) dengan mengatur jumlah uang beredar.
Yang dimaksud dengan kondisi yang lebih baik adalah meningkatnya output
keseimbangan dan atau terpeliharanya stabilitas harga (inflasi terkontrol).
Melalui kebijakan moneter pemerintah dapat mempertahankan, menambah, atau
mengurangi jumlah uang beredar dalam upaya mempertahankan kemampuan ekonomi
untuk tumbuh, sekaligus mengendalikan inflasi. Jika yang dilakukan adalah
menambah jumlah uang beredar, maka kebijakan yang diambil adalah kebijakan
ekspansif, sedangkan kebijakan moneter kontraktif dilakukan dengan mengurangi
jumlah uang beredar atau yang dikenal dengan kebijakan uang ketat (tight
money policy) (Rahardja dan Manurung, 2002).
2. Instrumen Kebijakan Moneter
Ada tiga
instrumen utama yang digunakan untuk mengatur jumlah uang beredar, yaitu:
Operasi Pasar terbuka (open market operation), fasilitas diskonto (discount
rate), dan rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio). Di luar
ketiga instrumen tersebut pemerintah dapat melakukan imbauan moral (moral
suation).
a. Operasi pasar terbuka (open
market operation)
Operasi
pasar terbuka adalah pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar dengan cara
menjual atau membeli surat-surat berharga milik pemerintah (government
securities). Jika ingin mengurangi jumlah uang beredar, maka pemerintah
menjual surat-surat berharga (open market selling). Dengan demikian uang
yang ada dalam masyarakat mengalir ke otoritas moneter, sehingga jumlah uang
beredar berkurang. Sebaliknya, jika ingin menambah jumlah uang beredar, maka
pemerintah menjual kembali surat-surat berharga tersebut (open market buying).
Guna mengefektifkan operasi pasar terbuka ini, Bank Indonesia telah mengembangkan
kedua instrumen tersebut dengan menambahkan fasilitas repurchase agreement
(repo) ke masing-masing instrumen sehingga saat ini dikenal SBI Repo atau SBPU
repo.
b. Fasilitas diskonto (discount
rate)
Tingkat
bunga diskonto adalah tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah atas bank-bank
umum yang meminjam ke bank sentral. Dalam kondisi tertentu, bank-bank mengalami
kekurangan uang, sehingga mereka harus meminjam kepada bank sentral. Kebutuhan
ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengurangi atau menambah jumlah
uang beredar.
c. Rasio cadangan wajib (reserve
requirement ratio)
Penetapan
rasio cadangan wajib juga dapat mengubah jumlah uang beredar. Jika rasio cadangan
diperbesar, maka kemampuan bank memberikan kredit akan lebih kecil dibanding
sebelumnya.
3. Kebijakan Moneter dan Keseimbangan Ekonomi:
Analisis IS-LM
Pengaruh
kebijakan moneter terhadap keseimbangan ekonomi Kurva IS menggambarkan kondisi
keseimbangan pasar barang dan jasa, sedangkan kurva LM menggambarkan kondisi
keseimbangan di pasar uang. Kebijakan pemerintah untuk mengubah jumlah uang
beredar dalam masyarakat akan menggeser kurva LM dan berpengaruh terhadap
perekonomian, karena mengubah titik potong kurva IS-LM yang berarti mengubah
titik keseimbangan ekonomi. Dalam perekonomian pasar, kenaikan tingkat bunga mengindikasikan telah
terjadinya kelebihan permintaan investasi, yang akibatnya dapat dilihat pada
dua sisi:
1) sisi output kenaikan tingkat bunga
akan menyebabkan ada beberapa rencana investasi yang dibatalkan, sebagai
akibatnya pertambahan kapasitas produksi menjadi lebih kecil.
2) sisi biaya kenaikan tingkat bunga
akan menaikkan biaya produksi dikarenakan naiknya biaya
modal.
Dari
kedua hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa kenaikan tingkat bunga akan memicu
terjadinya inflasi.
4. Penerapan Kebijakan Moneter yang Optimal
Menurut
Solikin (2005), strategi pemilihan instrumen, apakah uang beredar atau suku
bunga, dalam rangka mencapai sasaran akhir kebijakan, apakah stabilisasi output
atau harga, dapat dilakukan melalui beberapa cara, dimana hal tersebut sangat
terkait dengan pemilihan langkah kebijakan yang tepat dalam merespons fluktuasi
perekonomian. Beberapa latar belakang pemikiran juga mengimplikasikan bahwa
dalam rangka pelaksanaan kebijakan yang berorientasi stabilitas (stabilization
policy), upaya untuk mempengaruhi policy variables dapat dilakukan
dengan baik dengan melandaskan pada kaidah (rules) yang memperhitungkan
adanya feed back yang bersifat tetap dalam hubungan antar variabel
ekonomi.
Strategi
kebijakan tersebut merupakan alternatif dari strategi kebijakan aktif atau discretion,
yang lebih didasarkan pada penilaian dan pertimbangan tertentu (fine tuning)
dari pengambil kebijakan. Pemahaman alternatif dari hal tersebut adalah bahwa discretion
adalah strategi yang tidak mengikuti pola rules (anti- rules).
Sejalan
dengan adanya permasalahan ketidakstabilan keterkaitan antara perkembangan besaran
moneter dengan sasaran akhir kebijakan (perkembangan output), muncul bentuk monetary
policy rule yang semakin mendapatkan perhatian dewasa ini, yaitu interest
rate rule atau Taylor rule, dimana perkembangan suku bunga mencerminkan
respons dari pekembangan output dan inflasi (Taylor, 1993).
Menurut
Ball (1997) dan Svensson (1997), versi umum dari Tayor rule tersebut pada
dasarnya dapat diturunkan berdasarkan langkah optimisasi oleh bank sentral
dengan memperhitungkan Kurva Phillips (backward-looking) dari sisi
penawaran dan kurva IS dinamis dari sisi permintaan. Namun demikian, persamaan
Taylor rule tersebut pada dasarnya tidak mendasarkan pada orientasi forward-looking.
Sementara itu, dalam konteks perekonomian terbuka, persamaan Taylor rule dapat
dimodifikasi dengan memperhitungkan variabel lain, khususnya perubahan nilai
tukar sebagai akibat pengaruh variabel eksogen tertentu (Ball, 1997).
Pada
dasarnya alternatif penentuan respons kebijakan moneter dapat dilakukan dengan
menggunakan rules atau dengan menggunakan discretion. Konsensus
yang diambil setelah melalui perdebatan yang panjang diantara para ekonom
berkaitan dengan pilihan terhadap kedua pola penetapan tersebut menyatakan
bahwa bank sentral tidak dapat menerapkan kebijakan moneter sepenuhnya
berdasarkan pola discretion.
Di sisi lain,
beberapa pola rules diyakini sebagai suatu prasyarat bagi penerapan
kebijakan moneter yang baik sehingga penerapan kebijakan tanpa menggunakan
suatu rule tertentu mungkin akan menimbulkan konsekuensi yang
sebaliknya.
Menurut
McCallum (2001) dalam Solikin, dalam policy rule yang dikenal secara umum,
dapat dibedakan antara monetary growth rule dan interest rate rule,
yang didalamnya terdapat dua pokok pemikiran. Pertama, bahwa disain policy
rule pada dasarnya merefleksikan keterkaitan antara sasaran akhir kebijakan
(perkembangan output dan harga) dengan sasaran operasional atau instrumen
kebijakan (perkembangan besaran moneter yaitu uang primer dan suku bunga jangka
pendek).
Umumnya,
apabila dipilih stabilitas harga sebagai sasaran akhir kebijakan dalam kerangka
strategis GDP nominal targeting, maka monetary growth rule menjadi
pilihan. Sebaliknya, apabila dipilih stabilitas harga sebagai sasaran akhir
kebijakan dalam kerangka strategis inflation targeting, maka interest
rule menjadi pilihan.
Kedua, dalam analisis kebijakan moneter, policy rule tidak
mesti atau harus mencerminkan perilaku optimum dari bank sentral, tergantung
pada tujuan analisis. Apabila tujuan analisis adalah mencari kebijakan yang
optimal, maka disain policy rule seyogyanya dihasilkan dari langkah
optimalisasi yang mengacu pada fungsi tujuan bank sentral, yang tentunya dapat
didasarkan pada perilaku atau fungsi utilitas masyarakat; dimana dalam praktek,
tidak ada satu pun bank sentral yang menyatakan fungsi tujuan tersebut secara
tegas. Dengan demikian, tidak semua analisis yang disarankan untuk dipakai
harus mengasumsikan adanya langkah optimal dari bank sentral. Dalam hal ini, diyakini
bahwa analisis positif yang mengkaji pengaruh dari hypothetical rules dari
beberapa alternatif pendekatan merupakan sesuatu yang lebih bermanfaat.
RUJUKAN
- Ball, Christopher P and Javier Rayes, 2004, “Inflation Targeting or Fear of Floating in Disguise: The Case of Mexico” in International Journal of Finance and Economics. January.
- Ball, L. 1997. Efficient Rule for Monetary Policy, NBER Working Paper No. 5952.
- Manurung, Rahardja. 2002. Pengantar Ilmu Ekonomi. Jakarta: LPFE Universitas Indonesia.
- Solikin. 2005. Fluktuasi Makroekonomi dan Respon Kebijakan yang Optimal di Indonesia. (Disertasi tidak dipublikasikan). Universitas Indonesia.
- Taylor, John B. 2001.” The Role of Exchange Rate in Monetary Policy Rules” in The American Economic Review.
- ______. 1993. “Discretion versus Policy Rules in Practice” Carnegie-Rochester Conferences Series on Public Policy, 39.
- ______. 1999. Monetary Policy Rules, NBER Conference Report. Chicago: The University of Chicago Press.