Budaya organisasi memiliki pengaruh signifikan terhadap bagaimana karyawan
memandang organisasi mereka, tanggungj awab dan komitmen mereka. Pemimpin
mempengaruhi bawahan mereka baik secara langsung melalui interaksi dan juga
melalui budaya organisasi (Chen, 2004).
Banyak definisi budaya organisasi, namun pada dasarnya definisi-definisi
tersebut mengacu pada tiga pendekatan (Martin, 1992, dalam Andreas Budi Rahardjo,
2003), yaitu :
1. Integration
approach, menyatakan bahwa
setiap organisasi mempunyai satu jenis budaya yang mewarnai semua nilai dan
kegiatan anggotanya.
Pendekatan ini menekankan pada konsensus semua
anggota organisasi terhadap satu budaya yang dominan.
2. Differentiation
approach, menekankan pada
konsensus sub budaya.
Pada pendekatan ini dimungkinkan setiap organisasi mempunyai satu atau
lebih sub budaya yang masih dapat dibedakan menjadi tiga yaitu sub budaya yang sejalan
dan sama dengan budaya perusahaan, sub budaya yang berbeda dengan budaya
perusahaan dan sub budaya yang berlawanan dengan budaya perusahaan.
3. Fragmentation
approach
Pada pendekatan ini tidak ada konsensus antar anggota organisasi dan
tidak ada kesamaan atau kesepakatan nilai-nilai yang dianut pada anggota
organisasi. Dengan kata lain budaya perusahaan tersebut tidak ada, yang ada
nilai-nilai pribadi anggota organisasi.
Menurut Luthans (1998), budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai
yang mengarahkan perilaku anggota organisasi. Setiap anggota akan berperilaku
sesuai dengan budaya yang berlaku, agar diterima oleh lingkungannya. Robbins
(2001), budaya organisasi mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut
oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi yang lain.
Sedangkan menurut Davis
(1994), budaya organisasi adalah pola keyakinan dan nilai-nilai yang dipahami
dan dijiwai (shared) oleh anggota
organisasi sehingga pola tersebut memberikan makna tersendiri bagi organisasi
bersangkutan dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi (Achmad
Sobirin, 2002).
Pengertian-pengertian di atas menunjukkan bahwa budaya organisasi adalah
kebiasaan yang berlaku pada organisasi. Bisa jadi, dengan demikian antara satu organisasi
dengan organisasi lainnya mempunyai kebiasaan yang berbeda meski keduanya
bergerak pada bidang aktifitas yang sama. Kebiasaan-kebiasaan yang terjadi
dalam sebuah organisasi tersebut sesungguhnya berasal dari nilai-nilai organisasi
(organizational values). (Hofstede, 1997) atau nilai-nilai yang bersifat
idealistik, karena merupakan elemen yang tidak tampak kepermukaan (hidden)
dan hanya orang-orang organisasi saja yang tahu apa sesungguhnya ideology mereka
dan mengapa organisasi tersebut didirikan. Sebagai elemen yang tidak tampak dan
bersifat idealistik sehingga merupakan inti dari budaya organisasi (core of
culture).
Sedangkan elemen-elemen yang bersifat behavioral adalah elemen yang muncul
kepermukaan dan tampak dalam perilaku sehari-hari para anggota organisasi. Oleh
karena itu, bagi orang luar organisasi sering dianggap sebagai representasi
dari budaya sebuah organisasi sebab mudah diamati, dipahami dan diinterpretasikan.
Dengan mengamati bagaimana para anggota organisasi berperilaku dan
kebiasaan-kebiasaan lain yang mereka lakukan, sebagai bentuk praktek
sehari-hari sebuah organisasi atau kebiasaan tersebut muncul dalam bentuk
praktek-praktek manajemen, apakah sebuah organisasi berorientasi pada proses
atau hasil, karyawan atau pekerjaan, lebih parochial atau profesional, lebih
terbuka atau tertutup, kontrol yang longgar atau kontrol yang ketat dan lebih
normatif atau pragmatis (Hofstede et al., 1990). Elemen budaya organisasi
yang bersifat artefak, adalah elemen yang paling luar, yang tampak dan
beruwujud antara lain: desain bangunan, teknologi, bahasa, upacara, logo, dan sebagainya.
Unsur-unsur Budaya Organisasi
Jocano dalam
Sobirin (2007:152-153) menyatakan bahwa budaya organisasi terdiri dari unsur
utama, yakni yang bersifat idealistik dan yang bersifat perilaku atau
behavioral. Unsur budaya organisasi idealistik merupakan ideologi organisasi
yang tidak mudah berubah meskipun di sisi lain organisasi harus berubah untuk
beradaptasi dengan lingkungannya. Ideologi ini bersifat terselubung, tidak
nampak di permukaan dan hanya orang-orang tertentu saja yang tahu apa sesungguhnya
ideologi mereka dan mengapa organisasi tersebut didirikan.
Unsur behavioral memiliki sifat kasat mata, muncul ke
permukaan dalam bentuk perilaku sehari-hari para anggotanya dan bentuk-bentuk
lain seperti disain arsitektur organisasi. Bagi orang luar organisasi, unsur
ini sering dianggap sebagai representasi dari budaya sebuah organisasi karena
lebih mudah diamati, dipahami dan diinterpretasikan meskipun seringkali
interpretasi antara orang luar dan anggota organisasi berbeda. Budaya
organisasi lebih baik dipahami berdasarkan pengamatan terhadap perilaku dan
kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh para anggota organisasi.
Bagian luar organisasi tersebut oleh Schein dalam Sobirin
(2007:158) disebut sebagai artefak. Artefak bisa berupa bentuk arsitektur bangunan,
logo atau jargon, cara berkomunikasi, cara berpakaian, atau cara bertindak yang
bisa dipahami oleh orang luar organisasi.
Dalam perbankan misalnya, kita bisa melihat bahwa mereka
berpakaian sangat formal, dengan perkantoran yang biasanya tertata dengan rapi,
bersih dan modern. Perilaku karyawan bank juga terlihat ramah tetapi formal dan
tegas, dengan moto mereka yang biasanya terpasang dengan indah di belakang
pegawai-pegawai yang melayani para nasabahya. Misalnya saja bank Mandiri
memiliki slogan “Prosper with us” atau Bank BRI dengan slogannya,
“Melayani dengan Hati”.
Sebenarnya antara ideologi dan perilaku behavioral
merupakan bagian yang tidak bisa saling terpisahkan. Digambarkan sebagai suatu
yang berlapis-lapis seperti bawang, bagian yang kelihatan, bisanya paling mudah
untuk diubah. Sehingga tidak mengherankan bahwa kadang-kadang visi dan misi
sudah diubah tetapi unsur-unsur perilaku lainnya belum berubah. Misalnya saja
berkaitan pernyataan visi dan misi
organisasi.
Hampir setiap lembaga pada saat ini memiliki apa yang
disebut dengan visi dan misi organisasi yang biasanya tertulis di tempat-tempat
strategis di kantor mereka. Yang perlu diperhatikan adalah kesesuaian antara
visi dan misi tersebut dengan perilaku para anggota organisasi. Karena kalau
tidak terjadi keserasian, pasti akan terlihat lucu. Misalnya sebuah pertokoan
yang memiliki slogan “Pelanggan adalah Raja” tetapi pada saat tempat parkir
penuh, ternyata ada space parkir
strategis yang kosong namun ada tulisannya “khusus untuk pimpinan”.
Bagaimana Budaya Organisasi Terbentuk
Robbins (2003:729) menyatakan bahwa proses penciptaan
budaya organisasi terjadi dalam tiga cara. Pertama, para pendiri hanya
memperkerjakan dan mempertahankan karyawan yang memiliki pola pikir sama dan
sependapat dengan cara-cara yang mereka tempuh. Kedua, mereka
mengindoktrinasikan dan mensosialisasikan para karyawan ini dengan cara
berpikir dan cara berperasaan mereka. Bila organisasi berhasil, maka visi
pendiri menjadi terlihat sebagai penentu utama keberhasilan. Pada titik ini,
keseluruhan kepribadian pendiri menjadi tertanam ke dalam budaya organisasi.
Robbins (2003:724) membedakan budaya yang kuat dan budaya
yang lemah. Budaya yang kuat mempunyai dampak yang lebih besar pada perilaku
karyawan dan lebih langsung terkait dengan pengutangan turn-over
karyawan. Dalam budaya yang kuat, nilai inti organisasi dipegang secara
mendalam dan dianut bersama secara meluas. Makin banyak anggota yang menerima
nilai-nilai inti dan makin besar komitmen mereka pada nilai-nilai tersebut,
maka makin kuat budaya tersebut. Budaya yang kuat juga memperlihatkan
kesepakatan yang tinggi di kalangan anggota mengenai apa yang dipertahankan
oleh organisasi. Kebulatan maksud tersebut selanjutnya membina keakraban,
kesetiaan, dan komitmen organisasi.
Bagaimana Pemimpin Membentuk Budaya
Brown (1998:743) menyatakan bahwa para pemimpin
menyampaikan budaya melalui apa yang mereka katakan dan apa yang mereka
lakukan. Schein dalam Yukl (1998:300-301) mengemukakan peranan pemimpin dalam
budaya organisasi, dimana para pemimpin mempunyai potensi yang paling besar
dalam menanamkan budaya dan memperkuat aspek-aspek budaya dengan mekanisme
sebagai berikut :
1. Perhatian (attention)
Perhatian para pemimpin berarti para pemimpin di dalam
menjalankan kepemimpinannya akan mengkomunikasikan prioritas-prioritas,
nilai-nilai, perhatian mereka dengan cara menanyakan, memberi pendapat, memuji,
dan menyampaikan kritik. Pemimpin yang memarahi seorang bawahan karena tidak
mengetahui masalah yang terjadi di unit kerjanya, misalnya, akan memiliki efek
yang kuat dalam mengkomunikasikan nilai-nilai dan perhatian. Pemimpin yang
tidak menanggapi sesuatu maka hal ini menyampaikan pesan bahwa hal itu tidak
penting. Sebagai contoh, restoran cepat saji McDonald dikenal kebersihannya
karena secara berulang-ulang pendiri perusahaan menceritakan bagaimana dia
mengejar-ngejar lalat untuk menjaga agar para pelanggan yang sedang menikmati
hidangannya tidak terganggu oleh lalat tersebut. Cerita ini diterjemahkan para
pegawai bahwa perusahaan sangat peduli pada kebersihan dan peduli kepada
pelanggannya.
2. Reaksi terhadap Krisis
Reaksi pemimpin dalam menghadapi krisis, merupakan potensi
bagi para pegawai untuk mempelajari nilai-nilai dan asumsi-asumsi. Misalnya
perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan cukup serius tetapi
menghindari pemberhentian pegawai (PHK) dan membuat kebijakan untuk membuat
para pegawai bekerja dengan waktu lebih pendek dan dengan demikian menerima
pemotongan gaji. Pemimpin tersebut mengkomunikasikan dengan kuat bahwa ia
mempertahankan pekerjaan para pegawai, dan berdasarkan perilakunya tersebut
para pegawai meyakini bahwa pemimpinnya menjunjung tinggi nilai kebersamaan.
3. Pemodelan Peran
Para pemimpin mengkomunikasikan nilai-nilai dan
harapan-harapan mereka melalui tindakan mereka sendiri. Hal tersebut khususnya
tindakan-tindakan yang memperlihatkan kesetiaan istimewa, pengorbanan diri, dan
pelayanan yang melebihi apa yang ditugaskan. Seorang pemimpin yang membuat
sebuah kebijakan atau prosedur tetapi tidak memberikan perhatian yang besar
terhadap hal tersebut maka dalam hal ini pemimpin mengkomunikasikan pesan bahwa
hal itu tidaklah penting atau tidak diperlukan. Seorang pemimpin yang bekerja
keras dan selalu tepat waktu, misalnya, akan mengkomunikasikan bahwa bekerja
keras dan tepat waktu merupakan hal yang penting dan dihargai dalam organisasi.
Sebaliknya pemimpin yang selalu meminta anak buahnya untuk
disiplin tetapi dia sendiri tidak disiplin maka sekeras apapun dia menyerukan
kedisiplinan, karyawan tetap akan menganggap bahwa kedisiplinan bukanlah hal
yang penting dalam organisasi.
4. Alokasi Imbalan-imbalan
Kriteria-kriteria yang digunakan sebagai dasar untuk
mengalokasikan imbalan-imbalan seperti peningkatan upah, atau promosi
mengkomunikasikan apa yang dinilai oleh pemimpin dan organisasi tersebut.
Pengakuan formal dan acara-acara seremonial dan pujian yang tidak formal
mengkomunikasikan perhatian serta prioritas seorang pemimpin. Ketiadaan
pengakuan terhadap kontribusi dan keberhasilan mengkomunikasikan bahwa hal
tersebut bukan merupakan hal yang penting.
Pemberian simbol-simbol terhadap status orang-orang
tertentu juga mengkomunikasikan tentang
apa yang penting dalam perusahaan. Pembedaan status yang terlalu mencolok tentu
saja menunjukkan bahwa organisasi tidak menjunjung tinggi nilai kebersamaan.
Misalnya saja perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat relatif menggunakan
simbol-simbol perbedaan status dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan
Jepang. Keistimewaan tersebut misalnya berupa ruang makan dan tempat parkir
khusus.
5. Kriteria Menseleksi dan Memberhentikan Karyawan
Para pemimpin dapat mempengaruhi budaya dengan merekrut
orang yang memiliki nilai-nilai, ketrampilan-ketrampilan, atau ciri-ciri
tertentu dan mempromosikan mereka ke posisi-posisi kekuasaan. Para pelamar yang
tidak cocok dapat diskrining dengan prosedur-prosedur formal dan informal, dan
ada juga prosedur-prosedur untuk meningkatkan seleksi diri sendiri, seperti
memberi kepada pelamar informasi yang realistis tentang kriteria dan
persyaratan bagi keberhasilan dalam organisasi. Kriteria serta
prosedur-prosedur yang digunakan untuk mengeluarkan atau memberhentikan para
anggota dari sebuah organisasi mengkomunikasikan juga nilai-nilai serta
perhatian dari pemimpinnya.
6. Kepemimpinan dan Budaya Etis
Organisasi
Apakah sebenarnya pemimpin? Leman (2008:3) mendefinisikan
kepemimpinan sebagai seni, kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang
untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Pemimpin adalah orang yang memiliki
kemampuan untuk mempangaruhi dan menggerakkan orang untuk mencapai suatu tujuan
tertentu.
Budaya etis organisasi mendapat perhatian yang semakin
besar, terutama setelah terungkapnya budaya tidak etis Enron Corp. yang membawa
kebangkrutan serta kepailitan besar di AS pada akhir tahun 2001. Budaya tidak
etis Enron Corp. tersebut berupa penekanan yang berlebihan terhadap pertumbuhan
laba perusahaan, juga penekanan imbalan kepada karyawan yang semata-mata berupa
bonus uang. Bahkan salah seorang CEO-nya, Jeff Skilling, mengatakan bahwa
segala sesuatu dapat diselesaikan dengan uang di Enron. Termasuk loyalitas pun
bisa dibeli dengan uang. Oleh karena itu berkaitan dengan etika, Robbins
(2003:740) memberikan saran untuk menciptakan budaya yang etis dengan cara
sebagai berikut :
1.
Menjadi model yang kelihatan;
karena karyawan akan melihat perilaku manajemen puncak sebagai tolok ukur
merancang perilaku yang tepat. Bila manajemen senior terlihat suka mengambil
perilaku atau cara-cara yang etis, maka hal ini memberikan kesan yang kuat bahwa
kaidah etis diharapkan untuk diikuti karyawan.
2.
Komunikasikan harapan etis; karena
ambiguitas etis bisa diminimalisir oleh penyebaran kode etik organisasi. Kode
etik tersebut harus menetapkan nilai-nilai utama organisasi dan kaidah etis
yang diharapkan untuk diikuti karyawan.
3.
Berikanlah pelatihan etis; dalam
bentuk lokakarya, seminar, dan program-progam pelatihan etis. Gunakanlah sesi
pelatihan untuk mendorong standar perilaku organisasi, untuk mengklarifikasi
praktik apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dan juga untuk mengajukan
dilema etis yang mungkin dihadapi oleh para karyawan.
4.
Berikanlah imbalan terhadap
perilaku etis, dan hukuman terhadap perilaku tidak etis. Penilaian kinerja
karyawan haruslah mencakup sarana yang diambil untuk mencapai sasaran dan
hasil, dan juga perilaku etika yang bersangkutan. Tindakan etis, masuk dalam
penilaian positif kinerja sedangkan perilaku tidak etis harus mendapat hukuman
secara kasat mata.
5.
Sediakanlah mekanisme yang
bersifat melindungi karyawan yang melaporkan perilaku tidak etis tanpa takut
ditegur. Sangat penting bagi organisasi untuk mengadakan konselor etik, obudsmen, atau pejabat etik.
Dimensi
Budaya Organisasi
Budaya adalah pemrograman mental secara kolektif (Collective Mental
Programing) yang membedakan antara kelompok masyarakat yang satu dengan
anggota kelompok masyarakat yang lain. Makna bersama ini, bila diamati lebih seksama merupakan seperangkat
karakteristik yang dihargai oleh organisasi, masyarakat atau bangsa.
Dimensi budaya organisasi yang dikembangkan dari
hasil riset Hofstede et al (1990) adalah sebagai berikut :
1. Process Oriented
Merupakan budaya
organisasi yang berorientasi kepada proses pekerjaan. Hal-hal seperti kenyaman
dalam peroses pekerjaan, kedinamisan pekerjaan, dorongan atas dalam proses
pekerjaan dan optimisme karyawan dalam bekerja.
- Open System
Merupakan budaya
sebuah organisasi dimana sambutannya terbuka terhadap internal ataupun
eksternal perusahaan, seperti penyesuaian diri anggota baru atau penyesuaian
diri organisasi terhadap pendatang baru dan pihak luar.
- Loose Control
Merupakan budaya organisasi dimana suasana
kerja yang ada tidak telalu mencekam, penuh kekeluargaan dan tidak terlalu
menekankan kepada hal-hal yang terlalu formalitas.
- Normatic
Merupakan budaya
organisasi berupa elemen-elemen
yang bersifat behavioral memperhatikan
norma-norma yang dianutnya, seperti kontribusi
pada masyarakat sekitar dan pelayanan pada konsumen atau pelanggan.
- Employee Oriented
Budaya organisasi
yang mengikut sertakan karyawan dalam seluruh proses yang ada di dalam
organisasi serta memperhatikan keluhan dan kesejahteraan karyawan, artinya
menggap karyawan merupakan bagian dari perusahaan.
- Parochial
Budaya organisasi
yang dianut merupakan budaya yang professional, namun tanpa mengesampingkan kepedulian
akan kehidupan pribadi masing-masing individu dalam organisasi dan mengutamakan
profesionalitas.
RUJUKAN
1.
Abdulkadir,
2005, Pengaruh Keadilan Organisasi dan Budaya Organisasi terhadap Kepuasan
Gaji, Komitmen Organisasi dan Kinerja, Jurnal
Keuangan dan Perbankan, Surabaya.
2.
Achmad
Sobirin, 2002, Budaya: Sumber Kekuatan Sekaligus Kelemahan Organisasi. Jurnal Siasat Bisnis, No.7, Vol. 1, Hal. 1-20.
3.
Andreas
Budihardjo, 2003, Peranan Budaya Perusahaan : Suatu Pendekatan Sistematik dalam
Mengelola Perusahaan. Jurnal Manajemen
Prasetya Mulya, Mei, Vol. VIII, No. 14.
4.
Alimuddin,
2002, Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai Badan Pengawasan
Daerah Kota Makassar, Tesis, Program Pasca Sarjana Magister Manajemen
Universitas Gajah Mada (tidak dipublikasikan).
5.
Ali,
Muhamad, 2005, Analisis Pengaruh Variabel Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai
Koperasi Unit Desa (KUD) di Kabupaten Sorong, Jurnal Keuangan dan
Perbankan, Th. IX, No, 2, Surabaya.
6.
Armanu
Thoyib, 2005, Hubungan Kepemimpinan, Budaya,
Strategi, dan Kinerja:Pendekatan Konsep, Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, Vol. 7, No. 1, Maret 2005,
h. 60- 7.3.
7.
Baker
G.A., & Associates, 1992, Cultural
Leadership: Inside America’s community colleges, Washington DC: American Association of Community and Junior
Colleges.
8. Baldwin R. G., 1998, Technology’s Impact on
Faculty Life and Work. In K. H.
9.
Barley S.,
Meyer G., dan Gosh D., 1998, Cultures of Culture: Academics, Practitioners, and
the Pragmatics of Normative Control, Administrative
Science Quarterly, 33 : 24-60.
10. Barr R. B., & Tagg J., 1995, From Thing to
Learning: A New Paradigm for undergraduate education, Change, 27(5), 12-25.
11. Bass, B.M dan Avolio, 1990, The Implications of
Transactional and Transformational, Team
and Organization Development, 4, p.231- 273.
12. Bass, B.M. dan Avolio, 1997, Does The
Transactional – Transformational Leadership Paradigm Transcend Organizational
and National Boundaries?, Journal
American Psychologist, 52: 130-139.
13. Bernstein Aaron, 1993, Making Teamwork Work and
Appeasing uncle Sam, Business Week,
January 25, 101.
14. Bluestone, Barry, and Irving Bluestone, 1992, Negotiating The Future: A Labor Perspective
on American Business. New York: Basic Books.
15. Bourantas, Dimitris and Papalexanderis, Nancy,
1993, Differences In Leadership Behavior And Influence Between Public And
Private Organization In Greece, The
International Journal of Human Resources Management, 4:4 December.
16. BPKP, 2000, Pengukuran Kinerja, Suatu Tinjauan pada Instansi Pemerintah, Tim Study Pengembangan Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Jakarta.
17. Bonar M. Sinaga, 1994, Berbagai Metode
Sampling, Metode Penelitian Sosial
Ekonomi, Direktorat Perguruan Tinggi Swasta, Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi, Jakarta.
18. Burton, James P; Lee, Thomas W; Holtom, Brooks
C, 2002, The Influence of Motivation to Attend, Ability to Atend, and
Organizational Commitment on Different Types of Absence Behaviours, Journal of Managerial Issues, Summer,
2002, p:181-197.
19. Chen, Li Yueh, 2004, Examining The Effect Of
Organization Culture And Leadership Behaviors On Organizational Commitment, Job
Satisfaction, Adan Job Performance At Small And Middle-Sized Firma Of Taiwan, Journal of American Academy of Business, Sep
2004, 5, 1/2, 432-438.
20. Cameron K. S, and Freeman S. J., 1991,
Congruence, Strength, and type: Relationship to Effectiveness, Research in Organozational Cultural Change and Development, Vol.5,
pp.23-58.
21. Clugston M., 2000, The Mediating Effect of
Multidimensional Comitment on Job Satisfaction an Intent to Leave, Journal of Organizational Behavior, 21
(4) : 477 – 486.
22. Currivan D. B., 1999, The Causal Order of Job
Satisfaction and Organizational Commitment in Models of Employee Turnover, Human Resource Management Review,
Vol.9.
23. Daulatram B. Lund 2003, Organizational Culture
and Job Satisfaction, Journal of
Business and Industrial Marketing , Vol. 18, No. 3.
24.
Darwinto,
2008. Analisis Pengaruh Gaya
Kepemimpinan terhadap kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi untuk Meningkatkan
Kinerja karyawan. Tesis Program Studi Magister Manajemen Program Pasca
Sarjana Universitas Diponegoro. Universitas Diponogoro. Semarang.
25. Denison, 1990, Cooperate Culture and Organizational Effectiveness, New York,
Willey.
26. Djarwanto PS dan Subagyo, Pangestu, 1998, Statistik Induktif, Edisi keempat,
BPFE, Yogyakarta.
27. Ferdinand, Augusty, 2006, Structural Equation Modeling Dalam Penelitian
Manajemen, Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
28. Dolence M. G., & Norris D. M., 1995, Transforming Higher Education: A Vision for
Learning in The 21st Century, Ann Arbor. MI: Society for College and
University Planning.
29. Erni R. Ernawan, 2004, Pengaruh Budaya
Organisasi dan Orientasi Etika Terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur, Usahawan, September, No. 09, Tahun
XXXIII.
30. Fuad Mas’ud, 2004, Survai Diagnosis Organisasional: Konsep dan Aplikasi, Badan
Penerbit UNDIP. Semarang.
31. Gibson J. H., Ivancevich J. M. & Donnally
Jr. J. H., 1991, Organization:
Behaviour, Stucture, Processes, Homeword III: Richard D. Irwin, Inc.
32. Gillespie (Ed.), The Impact on Technology on Faculty Development, Life, and Work (pp.
7-21), San Francisco: Jossey-Bass.
33. Golberg C.B., dan Waldman D.A., 2000, Modeling
Employee Absenteeism : Testing Alternative Measures Mediating Effects Based on
Job Satisfaction, Journal of
Organizational Behavior, 21 (6) : 665-676.
34. Gratton M., 1993, Leadership in The Learning
Organization, New Directions for
Community Colleges, 84, 93-103.
35. Guest D., 1997, Human Resources Management and
Performance : A Review and Research Agent, International Journal of Human Resources Management, (3) : 263 –
276.
36. Gumport P. J., 2003, The Demand Response Scenario:
Perspective of Community College Presidents, Annals of The American Academy of Political and Social Science,
586, 38-61.
37. Hadi, Sutrisno, 1993, Metodologi Research, Jilid I, Andi Offset, Yogyakarta.
38. Hair, J.F.,Jr.,R.E. Anderson, R.L., Tatham
& W.C. Black, 1995, Multivariate
Data Analysis With Readings, Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.
39.
Handoko,
Hani, 2001, Manajemen Personalia dan
Sumber Daya Manusia, BPFE, Yogyakarta.
40. Harris L.C., Ogbonna E, 2001, Leadership Style
and Market Orientation : An Empirical Study, European Journal of Marketing, 35,5/6
41. Harris S. G. & Mossholder K. W, 1996, The
Effective Implication of Perceived Congruence with Cultural Dimensions During
Organizational Transformation, Journal
of Management, 22, 527-547.
42. Hersey P, & Blachard K. H., 1969, Life
Cycle Theory of Leadership, Training
and Development Journal, 23(2), 26-34.
43. Hofstede G., Neuijen B., Ohayu D. dan Sander
G., 1990, Measuring Organizational Cultures : A Qualitative Study Across Twenty
Cases, Administrative Science Quarterly,
35 : 285 – 316.
44. Holdnack. et al, 1993, An Examination of
Leadership Stylle and its Relevance to Shift Work in an Organizational Setting,
Health Care Mnagement Review,
18(3) : 21-30.
45. Hurtado S., & Dey E. L., 1997, Achieving
The Goals of Multiculturalism and Diversity. In M. Peterson. D. D. Dill. L.
Mets, & Associates (Eds.), Planning
and Management for A Changing environment (pp.405-431), San Francisco:
Jossey-Bass.
46. Indriantoro, Nur & Supomo, Bambang, 2002, Metodologi Penelitiaan Bisnis untuk Akuntansi
dan Manajemen, Edisi 1, BPFE, Yogyakarta.
47. Johnstone D. B., 1999, The Challenge of
Planning in Public, Planning for Higher
Education, 28(2), 57-64.
48. Judge dan Bono, 2000, Five-Factor Model of
Personality and Transformational Leadership, Journal of Applied Psychology, 85 (5): 751- 765.
49. Kabul, Imam, 2005, Kepemimpinan Partisipasif
dalam Meningkatkan Prestasi Kerja Anggota Organisasi, Jurnal Keuangan dan
Perbankan, Th. IX, No 2, Surabaya.
50. Kirkpatrick S., & Loecke E. A., 1996,
Direct and Indirect Effect of Three Core Charismatic Leadership Components on
Performance and Attitudes, Journal of
Applied Psychology, 81: 36-51.
51. Kotter J.P. and Heskett J.L., 1992, Corporate
Culture and Performance, The Free Press,
New York.
52.
Kreitner,
Robert; dan Kinicki, Angelo, 2005,Perilaku
Organisasi, Buku 1, Edisi Kelima, Salemba Empat, Jakarta.
53. Lawler E. E., & Porter L. W., 1969, The
Effect of Performance on Job Satisfaction, Industrial Relations, Vol.8, p.20-8.
54. Levy P.E., dan Williams J.R, 1998, The Rule of
Perceived System Knowledge in Predicting Appraisal Reactions, Job Satisfaction
and Organizational Commitment, Journal
of Organizational Behavior, 19 : 53 – 65.
55. Li Yueh Chen, 2004, Examining The Effect of
Organization Culture and Leadership Behaviors on Organizational Commitment, Job
Satisfaction, and Job Performance at Small and Middle – Size Firms of Taiwan, The Journal of Amerika of American Academy of
Business, Cambridge, September.
56. Locke, E. A., 1997, Esensi Kepemimpinan
(terjemahan), Mitra Utama,
Jakarta.
57. Lok dan Crawford, 2004, The Effect of
organizational culture and leadership style on job satisfaction and
organizational commitment across-National Comparison, The Journal of Management Development, Vol. 23, No. 4, 321-337.
58. Lucey C. A., 2002, Civic Engagement, Shared,
Governance, and Community College, Academy,
88(4), 27-31.
59. Lum, L., Kervin J. Clark K., Reid F., dan
Sirola W., 1998, Explaining Nursing Turnover Intent : Job Satisfaction, Pay
Satisfaction, or Organizational Commitment, Journal of Organizational Behavior, 19 : 305 – 320.
60. Luthans, Fred, 2006, Perilaku Organisasi, Edisi Sepuluh, Penerbit Andi, Yogyakarta.
61. Luthans F., 1992, Organizational Behavioral, 7th Edition, McGraw-Hill, New York.
62. Mangkunegara, Anwar Prabu, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan,
PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
63. Masrukin dan Waridin, 2006, Analisis Pengaruh
Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Budaya Organisasi dan Kepemimpinan terhadap
Kinerja Karyawan pada Kantor Pengelolaan Pasar Daerah di Kabupaten Demak, Ekobis. Semarang.
64. MacKenzie, Scoot., Podsakoff, Philip., Ahearne,
Michael, 1998, Some Possible Antecedents and Consequences of In-Role and
Extra-Role Salesperson Performance, Journal
of Marketing, Vol. 62, No. 3, p. 87.
65. Mamduh, H., 1997, Manajemen, UPP AMP YKPN, Yogyakarta
66. Martin J., 1992, Cultures in Organizations: Three Perspective, Oxford University
Press, London.
67. Marzuki, Sukarno, 2002, Analisis Pengaruh
Perilaku Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Account Officer :
Studi Empirik pada Kantor Cab BRI di Wilayah Jawa Timur, Tesis, Program Pasca Sarjana Magister
Manajemen Universitas Diponegoro (tidak dipublikasikan).
68.
Maryani,
Dwi dan Supomo Bambang. (2001).
Studi Empiris Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Individual. Yogyakarta :
Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol.
3,No. 1, April.
69.
Mas’ud,
Fuad, 2004, Survai Diagnosis
Organisasional Konsep dan Aplikasi, Badan Penerbit,BP-UNDIP, Semarang.
70. Morrison, Kimberly, 1997, How Franchise Job
Satisfaction and Personality Affects Performance, Organizational Commitment,
Franchisor Relations, and Intention to Remain, Journal of Small Business Management, Vol. 35, No. 3, p.39.
71. Nur, Indriantoro, 2000, Hubungan A Size Dana
Fungsi dengan Culture Organizational Perusahaan Manufaktur di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia.
72. Nystrom P.C., 1993, Organizational Culture
Strategies, and Commitments in Health Care Organizations, Health Care Management Review, Vol.18,
p.43-9.
73. Ostroff, Cheri, 1992, The Relationship Between
Satisfaction, Attitude and Performance : An Organizational Level Analysis, Journal of Applied Psychology, Vol 77,
No. 5.
74. O’ Banion T., 1997, A Learning College for The 21st Century, Phoenix, AZ: American
Council on Education Oryx Press Series on Higher Education.
75. O’ Reilly III C. A., Chatman J. Caldwell D. F.,
1991, People and Organizational Culture: A Profile Comparison Approach to
Assessing Person – Organization Fit, Academy
of Management Journal, Vol. 34, 3, p.487- 516.
76.
Payamta,
2003, Gaya Kepemimpinan : Perkembangan dan Kepemimpinan Dalam Era Global, Telaah , September No. 13.
77. Peterson D. E., & J. Hillkirk, 1941, A Better Idea: Redefining The Way American
Companies Work, Boston: Houghton-Mifflin.
78. Robbins S. P., 2001, Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi, Aplikasi, edisi
kedelapan versi Bahasa Indonesia, Jilid 1 & 2, PT Prenhallindo, Jakarta.
79. Russ F.A., dan Mc. Nelly K.M, 1995, Link Among Satisfaction,
Commitment, and Turnover Intent : The Moderating Effect of Experience, Gender,
and Performance, Journal of Business
Research, 34 : 57 – 65.
80. Sekaran, Uma. 2003. Research Method
for Business. John Wiley and Sons, Inc. New York.
81. Shea Christine M, 1999, The Effect of
Leadership Style on Performance Improvement on a Manufacturing Task, Journal of Business, Vol 72, No. 3.
82. Sheridan J.E 1992, Organizational Culture and
Employee Retention, Academy of Management
Journal (Desember) PP 1036 - 1056.
83. Singh-Sengupta, Sunita, 1997, Leadership: A
Style or an Influence Process, Ijir,
vol.32, no32 january, 265-286.
84.
Soehardi
Sigit, 2001, Esensi Teori Perilaku
Organisasional, Fakultas Ekonomi Universitas Sarjana Wiyata Taman Siswa,
Yogyakarta.
85. Soonhee Kim, 2002, Participative Management and
Job Satisfaction : Lesson for Management Leadership, Public Administration Review, Vol 62, No. 2, P. 231 - 241.
86. Sudarmadi, 2007. Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Dan Gaya Kepemimpinan Terhadap
Kepuasan Kerja Dan Kinerja Karyawan. Tesis Program Studi Magister Manajemen
Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang.
87. Tett R. P., & J. P Meyer, 1993, Job Satisfaction
Organizational Commitment, Turnover Intention, and Turnover: Path Analyses
Based on Meta-Analytic Findings, Personnel
Psychology 46(2): 259-93.
88. Trovik S. J & McGiveren M. H., 1997,
Determinants of Organizational Performance, Management Decision, Volume 35, P.417-35
89. Vanderberg R.J., Lance C.E, 1994, Examining The
Causal Order of Job Satisfaction and Organizational Commitment, Journal of Management, 18 (1) : 153 –
167.
90. Wagner J. A. III, 1994, Participation’s Effect
on Performance and Satisfaction: A Reconsideration of Research Evidence, Academy of Management Review, 19 (2):
312-30.
91. Witt L.A., Nye L.G., 1992, Gender and The
Relationship Between Perceived Fairness of Pay or Promotion and Job
Satisfaction, Journal of Applied
Psychology, 78 (5) : 744 – 780.
92. Yukl, Gary. 2002. Kepemimpinan dalam Organisasi (Edisi Bahasa
Indonesia). Prenhallindo. Jakarta.