Ads 468x60px

.

Wednesday, 11 November 2009

PENGERTIAN BUDAYA ORGANISASI

Budaya organisasi memiliki pengaruh signifikan terhadap bagaimana karyawan memandang organisasi mereka, tanggungj awab dan komitmen mereka. Pemimpin mempengaruhi bawahan mereka baik secara langsung melalui interaksi dan juga melalui budaya organisasi (Chen, 2004).
Banyak definisi budaya organisasi, namun pada dasarnya definisi-definisi tersebut mengacu pada tiga pendekatan (Martin, 1992, dalam Andreas Budi Rahardjo, 2003), yaitu :
1.   Integration approach, menyatakan bahwa setiap organisasi mempunyai satu jenis budaya yang mewarnai semua nilai dan kegiatan anggotanya.
Pendekatan ini menekankan pada konsensus semua anggota organisasi terhadap satu budaya yang dominan.
2.    Differentiation approach, menekankan pada konsensus sub budaya.
Pada pendekatan ini dimungkinkan setiap organisasi mempunyai satu atau lebih sub budaya yang masih dapat dibedakan menjadi tiga yaitu sub budaya yang sejalan dan sama dengan budaya perusahaan, sub budaya yang berbeda dengan budaya perusahaan dan sub budaya yang berlawanan dengan budaya perusahaan.
3.     Fragmentation approach
Pada pendekatan ini tidak ada konsensus antar anggota organisasi dan tidak ada kesamaan atau kesepakatan nilai-nilai yang dianut pada anggota organisasi. Dengan kata lain budaya perusahaan tersebut tidak ada, yang ada nilai-nilai pribadi anggota organisasi.
Menurut Luthans (1998), budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi. Setiap anggota akan berperilaku sesuai dengan budaya yang berlaku, agar diterima oleh lingkungannya. Robbins (2001), budaya organisasi mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi yang lain. Sedangkan menurut Davis (1994), budaya organisasi adalah pola keyakinan dan nilai-nilai yang dipahami dan dijiwai (shared) oleh anggota organisasi sehingga pola tersebut memberikan makna tersendiri bagi organisasi bersangkutan dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi (Achmad Sobirin, 2002).
Pengertian-pengertian di atas menunjukkan bahwa budaya organisasi adalah kebiasaan yang berlaku pada organisasi. Bisa jadi, dengan demikian antara satu organisasi dengan organisasi lainnya mempunyai kebiasaan yang berbeda meski keduanya bergerak pada bidang aktifitas yang sama. Kebiasaan-kebiasaan yang terjadi dalam sebuah organisasi tersebut sesungguhnya berasal dari nilai-nilai organisasi (organizational values). (Hofstede, 1997) atau nilai-nilai yang bersifat idealistik, karena merupakan elemen yang tidak tampak kepermukaan (hidden) dan hanya orang-orang organisasi saja yang tahu apa sesungguhnya ideology mereka dan mengapa organisasi tersebut didirikan. Sebagai elemen yang tidak tampak dan bersifat idealistik sehingga merupakan inti dari budaya organisasi (core of culture).
Sedangkan elemen-elemen yang bersifat behavioral adalah elemen yang muncul kepermukaan dan tampak dalam perilaku sehari-hari para anggota organisasi. Oleh karena itu, bagi orang luar organisasi sering dianggap sebagai representasi dari budaya sebuah organisasi sebab mudah diamati, dipahami dan diinterpretasikan.
Dengan mengamati bagaimana para anggota organisasi berperilaku dan kebiasaan-kebiasaan lain yang mereka lakukan, sebagai bentuk praktek sehari-hari sebuah organisasi atau kebiasaan tersebut muncul dalam bentuk praktek-praktek manajemen, apakah sebuah organisasi berorientasi pada proses atau hasil, karyawan atau pekerjaan, lebih parochial atau profesional, lebih terbuka atau tertutup, kontrol yang longgar atau kontrol yang ketat dan lebih normatif atau pragmatis (Hofstede et al., 1990). Elemen budaya organisasi yang bersifat artefak, adalah elemen yang paling luar, yang tampak dan beruwujud antara lain: desain bangunan, teknologi, bahasa, upacara, logo, dan sebagainya.
Unsur-unsur Budaya Organisasi
Jocano dalam Sobirin (2007:152-153) menyatakan bahwa budaya organisasi terdiri dari unsur utama, yakni yang bersifat idealistik dan yang bersifat perilaku atau behavioral. Unsur budaya organisasi idealistik merupakan ideologi organisasi yang tidak mudah berubah meskipun di sisi lain organisasi harus berubah untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Ideologi ini bersifat terselubung, tidak nampak di permukaan dan hanya orang-orang tertentu saja yang tahu apa sesungguhnya ideologi mereka dan mengapa organisasi tersebut didirikan.
Unsur behavioral memiliki sifat kasat mata, muncul ke permukaan dalam bentuk perilaku sehari-hari para anggotanya dan bentuk-bentuk lain seperti disain arsitektur organisasi. Bagi orang luar organisasi, unsur ini sering dianggap sebagai representasi dari budaya sebuah organisasi karena lebih mudah diamati, dipahami dan diinterpretasikan meskipun seringkali interpretasi antara orang luar dan anggota organisasi berbeda. Budaya organisasi lebih baik dipahami berdasarkan pengamatan terhadap perilaku dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh para anggota organisasi.
Bagian luar organisasi tersebut oleh Schein dalam Sobirin (2007:158) disebut sebagai artefak. Artefak bisa berupa bentuk arsitektur bangunan, logo atau jargon, cara berkomunikasi, cara berpakaian, atau cara bertindak yang bisa dipahami oleh orang luar organisasi.
Dalam perbankan misalnya, kita bisa melihat bahwa mereka berpakaian sangat formal, dengan perkantoran yang biasanya tertata dengan rapi, bersih dan modern. Perilaku karyawan bank juga terlihat ramah tetapi formal dan tegas, dengan moto mereka yang biasanya terpasang dengan indah di belakang pegawai-pegawai yang melayani para nasabahya. Misalnya saja bank Mandiri memiliki slogan “Prosper with us” atau Bank BRI dengan slogannya, “Melayani dengan Hati”.
Sebenarnya antara ideologi dan perilaku behavioral merupakan bagian yang tidak bisa saling terpisahkan. Digambarkan sebagai suatu yang berlapis-lapis seperti bawang, bagian yang kelihatan, bisanya paling mudah untuk diubah. Sehingga tidak mengherankan bahwa kadang-kadang visi dan misi sudah diubah tetapi unsur-unsur perilaku lainnya belum berubah. Misalnya saja berkaitan  pernyataan visi dan misi organisasi.
Hampir setiap lembaga pada saat ini memiliki apa yang disebut dengan visi dan misi organisasi yang biasanya tertulis di tempat-tempat strategis di kantor mereka. Yang perlu diperhatikan adalah kesesuaian antara visi dan misi tersebut dengan perilaku para anggota organisasi. Karena kalau tidak terjadi keserasian, pasti akan terlihat lucu. Misalnya sebuah pertokoan yang memiliki slogan “Pelanggan adalah Raja” tetapi pada saat tempat parkir penuh, ternyata ada space parkir  strategis yang kosong namun ada tulisannya “khusus untuk pimpinan”.
Bagaimana Budaya Organisasi Terbentuk
Robbins (2003:729) menyatakan bahwa proses penciptaan budaya organisasi terjadi dalam tiga cara. Pertama, para pendiri hanya memperkerjakan dan mempertahankan karyawan yang memiliki pola pikir sama dan sependapat dengan cara-cara yang mereka tempuh. Kedua, mereka mengindoktrinasikan dan mensosialisasikan para karyawan ini dengan cara berpikir dan cara berperasaan mereka. Bila organisasi berhasil, maka visi pendiri menjadi terlihat sebagai penentu utama keberhasilan. Pada titik ini, keseluruhan kepribadian pendiri menjadi tertanam ke dalam budaya organisasi.
Robbins (2003:724) membedakan budaya yang kuat dan budaya yang lemah. Budaya yang kuat mempunyai dampak yang lebih besar pada perilaku karyawan dan lebih langsung terkait dengan pengutangan turn-over karyawan. Dalam budaya yang kuat, nilai inti organisasi dipegang secara mendalam dan dianut bersama secara meluas. Makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar komitmen mereka pada nilai-nilai tersebut, maka makin kuat budaya tersebut. Budaya yang kuat juga memperlihatkan kesepakatan yang tinggi di kalangan anggota mengenai apa yang dipertahankan oleh organisasi. Kebulatan maksud tersebut selanjutnya membina keakraban, kesetiaan, dan komitmen organisasi.
Bagaimana Pemimpin Membentuk Budaya
Brown (1998:743) menyatakan bahwa para pemimpin menyampaikan budaya melalui apa yang mereka katakan dan apa yang mereka lakukan. Schein dalam Yukl (1998:300-301) mengemukakan peranan pemimpin dalam budaya organisasi, dimana para pemimpin mempunyai potensi yang paling besar dalam menanamkan budaya dan memperkuat aspek-aspek budaya dengan mekanisme sebagai berikut :
1. Perhatian (attention)
Perhatian para pemimpin berarti para pemimpin di dalam menjalankan kepemimpinannya akan mengkomunikasikan prioritas-prioritas, nilai-nilai, perhatian mereka dengan cara menanyakan, memberi pendapat, memuji, dan menyampaikan kritik. Pemimpin yang memarahi seorang bawahan karena tidak mengetahui masalah yang terjadi di unit kerjanya, misalnya, akan memiliki efek yang kuat dalam mengkomunikasikan nilai-nilai dan perhatian. Pemimpin yang tidak menanggapi sesuatu maka hal ini menyampaikan pesan bahwa hal itu tidak penting. Sebagai contoh, restoran cepat saji McDonald dikenal kebersihannya karena secara berulang-ulang pendiri perusahaan menceritakan bagaimana dia mengejar-ngejar lalat untuk menjaga agar para pelanggan yang sedang menikmati hidangannya tidak terganggu oleh lalat tersebut. Cerita ini diterjemahkan para pegawai bahwa perusahaan sangat peduli pada kebersihan dan peduli kepada pelanggannya.
2. Reaksi terhadap Krisis
Reaksi pemimpin dalam menghadapi krisis, merupakan potensi bagi para pegawai untuk mempelajari nilai-nilai dan asumsi-asumsi. Misalnya perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan cukup serius tetapi menghindari pemberhentian pegawai (PHK) dan membuat kebijakan untuk membuat para pegawai bekerja dengan waktu lebih pendek dan dengan demikian menerima pemotongan gaji. Pemimpin tersebut mengkomunikasikan dengan kuat bahwa ia mempertahankan pekerjaan para pegawai, dan berdasarkan perilakunya tersebut para pegawai meyakini bahwa pemimpinnya menjunjung tinggi nilai kebersamaan.
3. Pemodelan Peran
Para pemimpin mengkomunikasikan nilai-nilai dan harapan-harapan mereka melalui tindakan mereka sendiri. Hal tersebut khususnya tindakan-tindakan yang memperlihatkan kesetiaan istimewa, pengorbanan diri, dan pelayanan yang melebihi apa yang ditugaskan. Seorang pemimpin yang membuat sebuah kebijakan atau prosedur tetapi tidak memberikan perhatian yang besar terhadap hal tersebut maka dalam hal ini pemimpin mengkomunikasikan pesan bahwa hal itu tidaklah penting atau tidak diperlukan. Seorang pemimpin yang bekerja keras dan selalu tepat waktu, misalnya, akan mengkomunikasikan bahwa bekerja keras dan tepat waktu merupakan hal yang penting dan dihargai dalam organisasi.
Sebaliknya pemimpin yang selalu meminta anak buahnya untuk disiplin tetapi dia sendiri tidak disiplin maka sekeras apapun dia menyerukan kedisiplinan, karyawan tetap akan menganggap bahwa kedisiplinan bukanlah hal yang penting dalam organisasi.
4. Alokasi Imbalan-imbalan
Kriteria-kriteria yang digunakan sebagai dasar untuk mengalokasikan imbalan-imbalan seperti peningkatan upah, atau promosi mengkomunikasikan apa yang dinilai oleh pemimpin dan organisasi tersebut. Pengakuan formal dan acara-acara seremonial dan pujian yang tidak formal mengkomunikasikan perhatian serta prioritas seorang pemimpin. Ketiadaan pengakuan terhadap kontribusi dan keberhasilan mengkomunikasikan bahwa hal tersebut bukan merupakan hal yang penting.
Pemberian simbol-simbol terhadap status orang-orang tertentu juga mengkomunikasikan  tentang apa yang penting dalam perusahaan. Pembedaan status yang terlalu mencolok tentu saja menunjukkan bahwa organisasi tidak menjunjung tinggi nilai kebersamaan. Misalnya saja perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat relatif menggunakan simbol-simbol perbedaan status dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan Jepang. Keistimewaan tersebut misalnya berupa ruang makan dan tempat parkir khusus.
5.  Kriteria Menseleksi dan Memberhentikan Karyawan
Para pemimpin dapat mempengaruhi budaya dengan merekrut orang yang memiliki nilai-nilai, ketrampilan-ketrampilan, atau ciri-ciri tertentu dan mempromosikan mereka ke posisi-posisi kekuasaan. Para pelamar yang tidak cocok dapat diskrining dengan prosedur-prosedur formal dan informal, dan ada juga prosedur-prosedur untuk meningkatkan seleksi diri sendiri, seperti memberi kepada pelamar informasi yang realistis tentang kriteria dan persyaratan bagi keberhasilan dalam organisasi. Kriteria serta prosedur-prosedur yang digunakan untuk mengeluarkan atau memberhentikan para anggota dari sebuah organisasi mengkomunikasikan juga nilai-nilai serta perhatian dari pemimpinnya.
6. Kepemimpinan dan Budaya Etis Organisasi
Apakah sebenarnya pemimpin? Leman (2008:3) mendefinisikan kepemimpinan sebagai seni, kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Pemimpin adalah orang yang memiliki kemampuan untuk mempangaruhi dan menggerakkan orang untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Budaya etis organisasi mendapat perhatian yang semakin besar, terutama setelah terungkapnya budaya tidak etis Enron Corp. yang membawa kebangkrutan serta kepailitan besar di AS pada akhir tahun 2001. Budaya tidak etis Enron Corp. tersebut berupa penekanan yang berlebihan terhadap pertumbuhan laba perusahaan, juga penekanan imbalan kepada karyawan yang semata-mata berupa bonus uang. Bahkan salah seorang CEO-nya, Jeff Skilling, mengatakan bahwa segala sesuatu dapat diselesaikan dengan uang di Enron. Termasuk loyalitas pun bisa dibeli dengan uang. Oleh karena itu berkaitan dengan etika, Robbins (2003:740) memberikan saran untuk menciptakan budaya yang etis dengan cara sebagai berikut :
1.      Menjadi model yang kelihatan; karena karyawan akan melihat perilaku manajemen puncak sebagai tolok ukur merancang perilaku yang tepat. Bila manajemen senior terlihat suka mengambil perilaku atau cara-cara yang etis, maka hal ini memberikan kesan yang kuat bahwa kaidah etis diharapkan untuk diikuti karyawan.
2.      Komunikasikan harapan etis; karena ambiguitas etis bisa diminimalisir oleh penyebaran kode etik organisasi. Kode etik tersebut harus menetapkan nilai-nilai utama organisasi dan kaidah etis yang diharapkan untuk diikuti karyawan.
3.      Berikanlah pelatihan etis; dalam bentuk lokakarya, seminar, dan program-progam pelatihan etis. Gunakanlah sesi pelatihan untuk mendorong standar perilaku organisasi, untuk mengklarifikasi praktik apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dan juga untuk mengajukan dilema etis yang mungkin dihadapi oleh para karyawan.
4.      Berikanlah imbalan terhadap perilaku etis, dan hukuman terhadap perilaku tidak etis. Penilaian kinerja karyawan haruslah mencakup sarana yang diambil untuk mencapai sasaran dan hasil, dan juga perilaku etika yang bersangkutan. Tindakan etis, masuk dalam penilaian positif kinerja sedangkan perilaku tidak etis harus mendapat hukuman secara kasat mata.
5.      Sediakanlah mekanisme yang bersifat melindungi karyawan yang melaporkan perilaku tidak etis tanpa takut ditegur. Sangat penting bagi organisasi untuk mengadakan konselor etik, obudsmen, atau pejabat etik.
Dimensi Budaya Organisasi
Budaya adalah pemrograman mental secara kolektif (Collective Mental Programing) yang membedakan antara kelompok masyarakat yang satu dengan anggota kelompok masyarakat yang lain. Makna bersama ini, bila diamati lebih seksama merupakan seperangkat karakteristik yang dihargai oleh organisasi, masyarakat atau bangsa.
Dimensi budaya organisasi yang dikembangkan dari hasil riset Hofstede et al (1990) adalah sebagai berikut :
1. Process Oriented
Merupakan budaya organisasi yang berorientasi kepada proses pekerjaan. Hal-hal seperti kenyaman dalam peroses pekerjaan, kedinamisan pekerjaan, dorongan atas dalam proses pekerjaan dan optimisme karyawan dalam bekerja.
  1. Open System
Merupakan budaya sebuah organisasi dimana sambutannya terbuka terhadap internal ataupun eksternal perusahaan, seperti penyesuaian diri anggota baru atau penyesuaian diri organisasi terhadap pendatang baru dan pihak luar.
  1. Loose Control
Merupakan budaya organisasi dimana suasana kerja yang ada tidak telalu mencekam, penuh kekeluargaan dan tidak terlalu menekankan kepada hal-hal yang terlalu formalitas.
  1. Normatic
Merupakan budaya organisasi berupa elemen-elemen yang bersifat behavioral memperhatikan norma-norma yang dianutnya, seperti kontribusi pada masyarakat sekitar dan pelayanan pada konsumen atau pelanggan.
  1. Employee Oriented
Budaya organisasi yang mengikut sertakan karyawan dalam seluruh proses yang ada di dalam organisasi serta memperhatikan keluhan dan kesejahteraan karyawan, artinya menggap karyawan merupakan bagian dari perusahaan.
  1. Parochial
Budaya organisasi yang dianut merupakan budaya yang professional, namun tanpa mengesampingkan kepedulian akan kehidupan pribadi masing-masing individu dalam organisasi dan mengutamakan profesionalitas.

RUJUKAN
1.      Abdulkadir, 2005, Pengaruh Keadilan Organisasi dan Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Gaji, Komitmen Organisasi dan Kinerja, Jurnal Keuangan dan Perbankan, Surabaya.
2.      Achmad Sobirin, 2002, Budaya: Sumber Kekuatan Sekaligus Kelemahan Organisasi. Jurnal Siasat Bisnis, No.7, Vol. 1, Hal. 1-20.
3.      Andreas Budihardjo, 2003, Peranan Budaya Perusahaan : Suatu Pendekatan Sistematik dalam Mengelola Perusahaan. Jurnal Manajemen Prasetya Mulya, Mei, Vol. VIII, No. 14.
4.      Alimuddin, 2002, Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai Badan Pengawasan Daerah Kota Makassar, Tesis, Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Universitas Gajah Mada (tidak dipublikasikan).
5.      Ali, Muhamad, 2005, Analisis Pengaruh Variabel Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai Koperasi Unit Desa (KUD) di Kabupaten Sorong, Jurnal Keuangan dan Perbankan, Th. IX, No, 2, Surabaya.
6.      Armanu Thoyib, 2005, Hubungan Kepemimpinan, Budaya, Strategi, dan Kinerja:Pendekatan Konsep, Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, Vol. 7, No. 1, Maret 2005, h. 60- 7.3.
7.      Baker G.A., & Associates, 1992, Cultural Leadership: Inside America’s community colleges, Washington DC: American Association of Community and Junior Colleges.
8.      Baldwin R. G., 1998, Technology’s Impact on Faculty Life and Work. In K. H.
9.      Barley S., Meyer G., dan Gosh D., 1998, Cultures of Culture: Academics, Practitioners, and the Pragmatics of Normative Control, Administrative Science Quarterly, 33 : 24-60.
10.  Barr R. B., & Tagg J., 1995, From Thing to Learning: A New Paradigm for undergraduate education, Change, 27(5), 12-25.
11.  Bass, B.M dan Avolio, 1990, The Implications of Transactional and Transformational, Team and Organization Development, 4, p.231- 273.
12.  Bass, B.M. dan Avolio, 1997, Does The Transactional – Transformational Leadership Paradigm Transcend Organizational and National Boundaries?, Journal American Psychologist, 52: 130-139.
13.  Bernstein Aaron, 1993, Making Teamwork Work and Appeasing uncle Sam, Business Week, January 25, 101.
14.  Bluestone, Barry, and Irving Bluestone, 1992, Negotiating The Future: A Labor Perspective on American Business. New York: Basic Books.
15.  Bourantas, Dimitris and Papalexanderis, Nancy, 1993, Differences In Leadership Behavior And Influence Between Public And Private Organization In Greece, The International Journal of Human Resources Management, 4:4 December.
16.  BPKP, 2000, Pengukuran Kinerja, Suatu Tinjauan pada Instansi Pemerintah, Tim Study Pengembangan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Jakarta.
17.  Bonar M. Sinaga, 1994, Berbagai Metode Sampling, Metode Penelitian Sosial Ekonomi, Direktorat Perguruan Tinggi Swasta, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Jakarta.
18.  Burton, James P; Lee, Thomas W; Holtom, Brooks C, 2002, The Influence of Motivation to Attend, Ability to Atend, and Organizational Commitment on Different Types of Absence Behaviours, Journal of Managerial Issues, Summer, 2002, p:181-197.
19.  Chen, Li Yueh, 2004, Examining The Effect Of Organization Culture And Leadership Behaviors On Organizational Commitment, Job Satisfaction, Adan Job Performance At Small And Middle-Sized Firma Of Taiwan, Journal of American Academy of Business, Sep 2004, 5, 1/2, 432-438.
20.  Cameron K. S, and Freeman S. J., 1991, Congruence, Strength, and type: Relationship to Effectiveness, Research in Organozational Cultural Change and Development, Vol.5, pp.23-58.
21.  Clugston M., 2000, The Mediating Effect of Multidimensional Comitment on Job Satisfaction an Intent to Leave, Journal of Organizational Behavior, 21 (4) : 477 – 486.
22.  Currivan D. B., 1999, The Causal Order of Job Satisfaction and Organizational Commitment in Models of Employee Turnover, Human Resource Management Review, Vol.9.
23.  Daulatram B. Lund 2003, Organizational Culture and Job Satisfaction, Journal of Business and Industrial Marketing , Vol. 18, No. 3.
24.  Darwinto, 2008. Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi untuk Meningkatkan Kinerja karyawan. Tesis Program Studi Magister Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Universitas Diponogoro. Semarang.
25.  Denison, 1990, Cooperate Culture and Organizational Effectiveness, New York, Willey.
26.  Djarwanto PS dan Subagyo, Pangestu, 1998, Statistik Induktif, Edisi keempat, BPFE, Yogyakarta.
27.  Ferdinand, Augusty, 2006, Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen, Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
28.  Dolence M. G., & Norris D. M., 1995, Transforming Higher Education: A Vision for Learning in The 21st Century, Ann Arbor. MI: Society for College and University Planning.
29.  Erni R. Ernawan, 2004, Pengaruh Budaya Organisasi dan Orientasi Etika Terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur, Usahawan, September, No. 09, Tahun XXXIII.
30.  Fuad Mas’ud, 2004, Survai Diagnosis Organisasional: Konsep dan Aplikasi, Badan Penerbit UNDIP. Semarang.
31.  Gibson J. H., Ivancevich J. M. & Donnally Jr. J. H., 1991, Organization: Behaviour, Stucture, Processes, Homeword III: Richard D. Irwin, Inc.
32.  Gillespie (Ed.), The Impact on Technology on Faculty Development, Life, and Work (pp. 7-21), San Francisco: Jossey-Bass.
33.  Golberg C.B., dan Waldman D.A., 2000, Modeling Employee Absenteeism : Testing Alternative Measures Mediating Effects Based on Job Satisfaction, Journal of Organizational Behavior, 21 (6) : 665-676.
34.  Gratton M., 1993, Leadership in The Learning Organization, New Directions for Community Colleges, 84, 93-103.
35.  Guest D., 1997, Human Resources Management and Performance : A Review and Research Agent, International Journal of Human Resources Management, (3) : 263 – 276.
36.  Gumport P. J., 2003, The Demand Response Scenario: Perspective of Community College Presidents, Annals of The American Academy of Political and Social Science, 586, 38-61.
37.  Hadi, Sutrisno, 1993, Metodologi Research, Jilid I, Andi Offset, Yogyakarta.
38.  Hair, J.F.,Jr.,R.E. Anderson, R.L., Tatham & W.C. Black, 1995, Multivariate Data Analysis With Readings, Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.
39.  Handoko, Hani, 2001, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, BPFE, Yogyakarta.
40.  Harris L.C., Ogbonna E, 2001, Leadership Style and Market Orientation : An Empirical Study, European Journal of Marketing, 35,5/6
41.  Harris S. G. & Mossholder K. W, 1996, The Effective Implication of Perceived Congruence with Cultural Dimensions During Organizational Transformation, Journal of Management, 22, 527-547.
42.  Hersey P, & Blachard K. H., 1969, Life Cycle Theory of Leadership, Training and Development Journal, 23(2), 26-34.
43.  Hofstede G., Neuijen B., Ohayu D. dan Sander G., 1990, Measuring Organizational Cultures : A Qualitative Study Across Twenty Cases, Administrative Science Quarterly, 35 : 285 – 316.
44.  Holdnack. et al, 1993, An Examination of Leadership Stylle and its Relevance to Shift Work in an Organizational Setting, Health Care Mnagement Review, 18(3) : 21-30.
45.  Hurtado S., & Dey E. L., 1997, Achieving The Goals of Multiculturalism and Diversity. In M. Peterson. D. D. Dill. L. Mets, & Associates (Eds.), Planning and Management for A Changing environment (pp.405-431), San Francisco: Jossey-Bass.
46.  Indriantoro, Nur & Supomo, Bambang, 2002, Metodologi Penelitiaan Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi 1, BPFE, Yogyakarta.
47.  Johnstone D. B., 1999, The Challenge of Planning in Public, Planning for Higher Education, 28(2), 57-64.
48.  Judge dan Bono, 2000, Five-Factor Model of Personality and Transformational Leadership, Journal of Applied Psychology, 85 (5): 751- 765.
49.  Kabul, Imam, 2005, Kepemimpinan Partisipasif dalam Meningkatkan Prestasi Kerja Anggota Organisasi, Jurnal Keuangan dan Perbankan, Th. IX, No 2, Surabaya.
50.  Kirkpatrick S., & Loecke E. A., 1996, Direct and Indirect Effect of Three Core Charismatic Leadership Components on Performance and Attitudes, Journal of Applied Psychology, 81: 36-51.
51.  Kotter J.P. and Heskett J.L., 1992, Corporate Culture and Performance, The Free Press, New York.
52.  Kreitner, Robert; dan Kinicki, Angelo, 2005,Perilaku Organisasi, Buku 1, Edisi Kelima, Salemba Empat, Jakarta.
53.  Lawler E. E., & Porter L. W., 1969, The Effect of Performance on Job Satisfaction, Industrial Relations, Vol.8, p.20-8.
54.  Levy P.E., dan Williams J.R, 1998, The Rule of Perceived System Knowledge in Predicting Appraisal Reactions, Job Satisfaction and Organizational Commitment, Journal of Organizational Behavior, 19 : 53 – 65.
55.  Li Yueh Chen, 2004, Examining The Effect of Organization Culture and Leadership Behaviors on Organizational Commitment, Job Satisfaction, and Job Performance at Small and Middle – Size Firms of Taiwan, The Journal of Amerika of American Academy of Business, Cambridge, September.
56.  Locke, E. A., 1997, Esensi Kepemimpinan (terjemahan), Mitra Utama, Jakarta.
57.  Lok dan Crawford, 2004, The Effect of organizational culture and leadership style on job satisfaction and organizational commitment across-National Comparison, The Journal of Management Development, Vol. 23, No. 4, 321-337.
58.  Lucey C. A., 2002, Civic Engagement, Shared, Governance, and Community College, Academy, 88(4), 27-31.
59.  Lum, L., Kervin J. Clark K., Reid F., dan Sirola W., 1998, Explaining Nursing Turnover Intent : Job Satisfaction, Pay Satisfaction, or Organizational Commitment, Journal of Organizational Behavior, 19 : 305 – 320.
60.  Luthans, Fred, 2006, Perilaku Organisasi, Edisi Sepuluh, Penerbit Andi, Yogyakarta.
61.  Luthans F., 1992, Organizational Behavioral, 7th Edition, McGraw-Hill, New York.
62.  Mangkunegara, Anwar Prabu, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
63.  Masrukin dan Waridin, 2006, Analisis Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Budaya Organisasi dan Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan pada Kantor Pengelolaan Pasar Daerah di Kabupaten Demak, Ekobis. Semarang.
64.  MacKenzie, Scoot., Podsakoff, Philip., Ahearne, Michael, 1998, Some Possible Antecedents and Consequences of In-Role and Extra-Role Salesperson Performance, Journal of Marketing, Vol. 62, No. 3, p. 87.
65.  Mamduh, H., 1997, Manajemen, UPP AMP YKPN, Yogyakarta
66.  Martin J., 1992, Cultures in Organizations: Three Perspective, Oxford University Press, London.
67.  Marzuki, Sukarno, 2002, Analisis Pengaruh Perilaku Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Account Officer : Studi Empirik pada Kantor Cab BRI di Wilayah Jawa Timur, Tesis, Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Universitas Diponegoro (tidak dipublikasikan).
68.  Maryani, Dwi dan Supomo Bambang. (2001). Studi Empiris Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Individual. Yogyakarta : Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol. 3,No. 1, April.
69.  Mas’ud, Fuad, 2004, Survai Diagnosis Organisasional Konsep dan Aplikasi, Badan Penerbit,BP-UNDIP, Semarang.
70.  Morrison, Kimberly, 1997, How Franchise Job Satisfaction and Personality Affects Performance, Organizational Commitment, Franchisor Relations, and Intention to Remain, Journal of Small Business Management, Vol. 35, No. 3, p.39.
71.  Nur, Indriantoro, 2000, Hubungan A Size Dana Fungsi dengan Culture Organizational Perusahaan Manufaktur di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia.
72.  Nystrom P.C., 1993, Organizational Culture Strategies, and Commitments in Health Care Organizations, Health Care Management Review, Vol.18, p.43-9.
73.  Ostroff, Cheri, 1992, The Relationship Between Satisfaction, Attitude and Performance : An Organizational Level Analysis, Journal of Applied Psychology, Vol 77, No. 5.
74.  O’ Banion T., 1997, A Learning College for The 21st Century, Phoenix, AZ: American Council on Education Oryx Press Series on Higher Education.
75.  O’ Reilly III C. A., Chatman J. Caldwell D. F., 1991, People and Organizational Culture: A Profile Comparison Approach to Assessing Person – Organization Fit, Academy of Management Journal, Vol. 34, 3, p.487- 516.
76.  Payamta, 2003, Gaya Kepemimpinan : Perkembangan dan Kepemimpinan Dalam Era Global, Telaah , September No. 13.
77.  Peterson D. E., & J. Hillkirk, 1941, A Better Idea: Redefining The Way American Companies Work, Boston: Houghton-Mifflin.
78.  Robbins S. P., 2001, Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi, Aplikasi, edisi kedelapan versi Bahasa Indonesia, Jilid 1 & 2, PT Prenhallindo, Jakarta.
79.  Russ F.A., dan Mc. Nelly K.M, 1995, Link Among Satisfaction, Commitment, and Turnover Intent : The Moderating Effect of Experience, Gender, and Performance, Journal of Business Research, 34 : 57 – 65.
80.  Sekaran, Uma. 2003. Research Method for Business. John Wiley and Sons, Inc. New York.
81.  Shea Christine M, 1999, The Effect of Leadership Style on Performance Improvement on a Manufacturing Task, Journal of Business, Vol 72, No. 3.
82.  Sheridan J.E 1992, Organizational Culture and Employee Retention, Academy of Management Journal (Desember) PP 1036 - 1056.
83.  Singh-Sengupta, Sunita, 1997, Leadership: A Style or an Influence Process, Ijir, vol.32, no32 january, 265-286.
84.  Soehardi Sigit, 2001, Esensi Teori Perilaku Organisasional, Fakultas Ekonomi Universitas Sarjana Wiyata Taman Siswa, Yogyakarta.
85.  Soonhee Kim, 2002, Participative Management and Job Satisfaction : Lesson for Management Leadership, Public Administration Review, Vol 62, No. 2, P. 231 - 241.
86.  Sudarmadi, 2007. Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Karyawan. Tesis Program Studi Magister Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang.
87.  Tett R. P., & J. P Meyer, 1993, Job Satisfaction Organizational Commitment, Turnover Intention, and Turnover: Path Analyses Based on Meta-Analytic Findings, Personnel Psychology 46(2): 259-93.
88.  Trovik S. J & McGiveren M. H., 1997, Determinants of Organizational Performance, Management Decision, Volume 35, P.417-35
89.  Vanderberg R.J., Lance C.E, 1994, Examining The Causal Order of Job Satisfaction and Organizational Commitment, Journal of Management, 18 (1) : 153 – 167.
90.  Wagner J. A. III, 1994, Participation’s Effect on Performance and Satisfaction: A Reconsideration of Research Evidence, Academy of Management Review, 19 (2): 312-30.
91.  Witt L.A., Nye L.G., 1992, Gender and The Relationship Between Perceived Fairness of Pay or Promotion and Job Satisfaction, Journal of Applied Psychology, 78 (5) : 744 – 780.
92.  Yukl, Gary. 2002. Kepemimpinan dalam Organisasi (Edisi Bahasa Indonesia). Prenhallindo. Jakarta.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

ARTIKEL TERKAIT