Dewasa
ini perhatian terhadap kepuasan maupun ketidakpuasan pelanggan telah semakin
besar. Semakin banyak pihak yang menaruh perhatian terhadap hal ini. Pihak yang
paling banyak berhubungan langsung dengan kepuasan/ketidakpuasan pelanggan
adalah pemasar, konsumen, konsumeris, dan peneliti perilaku konsumen. Persaingan
yang semakin ketat, di mana semakin banyak produsen yang terlibat dalam
pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, menyebabkan setiap perusahaan harus
menempatkan orientasi pada kepuasan pelanggan sebagai tujuan utama. Hal ini
tercermin dari semakin banyaknya perusahaan yang menyertakan komitmennya
terhadap kepuasan pelanggan dalam pernyataan misinya, iklan, maupun public
relations release. Dewasa ini semakin diyakini bahwa kunci utama untuk memenangkan
persaingan adalah memberikan nilai dan kepuasan kepada pelanggan melalui
penyampaian produk dan jasa berkualitas dengan harga bersaing.
Menurut
Schnaars (1991), pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk
menciptakan para pelanggan yang merasa puas. Terciptanya kepuasan pelanggan
dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya hubungan antara perusahaan dan
pelanggannya menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang
dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut
ke mulut (word-of-mouth) yang menguntungakan bagi perusahaan (Tjiptono,
1996).
Ada
beberapa pakar yang memberikan definisi mengenai kepuasan/ketidakpuasan
pelanggan. Day (dalam Tse dan Wilton, 1998) menyatakan bahwa kepuasan atau
ketidakpuasan pelangan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian
(disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma
kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya.
Wilkie
(1990) mendefinisikannya sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi
terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Engel, et al..(1990)
menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli di mana
alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan,
sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan.
Kotler (1996) menandaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan
seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan
dengan harapannya.
Dari berbagai
definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya pengertian
kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil
yang dirasakan. Pengertian ini didasarkan pada disconfirmation paradigm dari
Oliver (dalam Engel, et al.., 1990; Pawitra, 1993).
Meskipun
umumnya definisi yang diberikan di atas menitikberatkan pada kepuasan/ketidakpuasan
terhadap produk atau jasa, pengertian tersebut juga dapat diterapkan dalam
penilaian kepuasan/ketidakpuasan terhadap suatu perusahaan tertentu karena
keduanya berkaitan erat (Peterson dan Wilson, 1992; Pawitra, 1993).
Dalam
mengevaluasi kepuasan terhadap produk, jasa, atau perusahaan tertentu, konsumen
umumnya mengacu pada berbagai faktor atau dimensi. Sementara itu dalam
mengevaluasi jasa yang bersifat intangible, konsumen umumnya menggunakan
beberapa atribut atau faktor berikut (Parasuraman, et al., 1985):
1. Bukti langsung (tangible), meliputi fasilitas
fisik, perlengkapan, pegawai serta sarana komunikasi.
2. Kehandalan (reliability), yakni kemampuan
memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan
para staff dan karyawan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayan
dengan tanggap.
4. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan,
kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staff, bebas
dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.
5. Empati (Emphaty), meliputi kemudahan dalam
melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami
kebutuhan para pelanggan.
Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Pemantauan
dan pengukuran terhadap kepuasan pelanggan telah menjadi hal yang sangat
esensial bagi setiap perusahaan. Hal ini dikarenakan langkah tersebut dapat
memberikan umpan balik dan masukan bagi keperluan pengembangan dan implementasi
strategi peningkatan kepuasan pelanggan. Pada prinsipnya kepuasan pelanggan itu
dapat diukur dengan berbagai macam metode dan teknik. Pada bagian ini akan
dibahas beberapa diantaranya :
1. Metode Pengukuran Kepuasan
Pelanggan
Kotler,
et al.,(1995) mengidentifikasi 4 metode untuk mengukur kepuasan pelanggan,
yaitu sebagai berikut :
a. Sistem keluhan dan Saran
Setiap
organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer-oriented) perlu memberikan
kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran,
pendapat, dan keluhan mereka. Media yang digunakan bisa berupa kotak saran yang
diletakkan di tempat-tempat strategis (yang mudah dijangkau atau sering
dilewati pelanggan), kartu komentar (yang bisa diisi langsung maupun yang bisa
dikirim via pos kepada perusahaan), saluran telepon khusus bebas pulsa, dan
lain-lain.
Informasi-informasi
yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan
yang berharga kepada perusahaan, sehingga memungkinkannya untuk bereaksi dengan
tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul. Akan tetapi, karena
metode ini bersifat pasif, maka sulit mendapatkan gambaran lengkap mengenai
kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan. Tidak semua pelanggan yang tidak puas
akan menyampaikan keluhannya. Bisa saja mereka langsung beralih pemasok dan
tidak akan membeli produk perusahaan tersebut lagi.
Upaya
mendapatkan saran yang bagus dari pelanggan juga sulit diwujudkan dengan metode
ini. Terlebih lagi bila perusahaan tidak memberikan imbal balik dan tindak
lanjut yang memadai kepada mereka yang telah bersusah payah ‘berpikir’
(menyumbang ide) kepada perusahaan.
b. Ghost Shopping
Salah
satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan
memperkerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan atau
bersikap sebagai pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing.
Kemudian mereka melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan
produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian
produk-produk tersebut. Selain itu para ghost shopper juga dapat
mengamati cara perusahaan dan pesaingnya melayani permintaan pelanggan,
menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan.
Ada
baiknya setiap manajer perusahaan terjun langsung menjadi ghost shopper untuk
mengetahui langsung bagaimana karyawannya berinteraksi dan memperlakukan para
palanggannya. Tentunya karyawan tidak boleh tahu kalau atasannya sedang
melakukan penelitian atau penilaian (misalnya dengan cara menelepon
perusahaannya sendiri dan mengajukan berbagai keluhan atau pertanyaan). Bila
mereka tahu sedang dinilai, tentu saja perilaku mereka akan menjadi sangat
manis dan hasil penilaian akan menjadi bias.
c. Lost Customer Analysis
Perusahaan
seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang
telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya
dapat mengambil kebijakan perbaikan/penyempurnaan selanjutnya. Bukan hanya exit
interview saja yang perlu, tetapi pemantauan customers loss rate juga
penting, di mana peningkatan customers loss rate menunjukkan kegagalan
perusahaan dalam memuaskan pelanggannya.
d. Survai Kepuasan Pelanggan
Umumnya
banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan yang dilakukan dengan metode
survai, baik dengan survai melalui pos , telepon, maupun wawancara pribadi
(McNeal dan Lamb dalam Peterson dan Wilson, 1992).
Melalui
survai perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik (feedback)
secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda (signal) positif bahwa perusahaan menaruh
perhatian terhadap para pelanggannya.
Berdasarkan
keempat metode yang telah dijabarkan diatas, ada beberapa kekurangan dan
kelebihan terkait dengan penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian ini
peneliti memilih metode yang keempat yaitu metode dengan Survai Kepuasan
Pelanggan. Karena dengan survai kepuasan pelanggan hasil yang diperoleh lebih
akurat dan tepat karena peneliti langsung terjun ke lapangan dan melakukan
wawancara langsung dengan pengguna jasa/konsumen TPKS, sehingga dapat langsung
mengetahui keluhan/kendala yang dihadapi konsumen.
Dengan
demikian diharapkan mendapatkan masukan-masukan dari para pengguna jasa yang
nantinya dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk kemajuan perusahaan.
Disamping itu juga tidak membutuhkan waktu yang lama dan biaya relatif lebih
rendah dibandingkan dengan ketiga metode diatas.
Teknik Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Sebagaimana
dijelaskan di atas bahwa metode survai merupakan metode yang paling banyak
digunakan dalam pengukuran kepuasan pelanggan. Metode survai kepuasan pelanggan
dapat menggunakan pengukuran dengan berbagai cara sebagai berikut :
- Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan seperti “Ungkapkan seberapa puas saudara terhadap pelayanan PT. Andika pada skala berikut : sangat tidak puas, tidak puas, cukup puas, puas, sangat puas” (directly reported satisfaction).
- Responden diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan (derived dissatisfaction).
- Responden diminta untuk menuliskan masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan dan juga diminta untuk menuliskan perbaikan-perbaikan yang mereka sarankan (problem analysis).
- Responden dapat diminta untuk meranking berbagai elemen (atribut) dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen dan seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen (importance/performance ratings). Teknik ini dikenal pula dengan istilah importance-performance analysis (Martilla dan James, 1997).
RUJUKAN
- Buchari Alma (2004). “Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa”, Penerbit Alfabeta, Bandung.
- Engel, J.F., et al. (1990). ”Consumer Behaviour”, 6th ed, Chicago, The Dryden Press.
- Fandy Tjiptono (1996). “Manajemen Jasa”, Penerbit ANDI, Yogyakarta.
- Ismiyati (2003). ”Statistik dan Aplikasi”, PPs-MTS UNDIP, Semarang.
- Kotler, Philip (1995). ”Manajemen Pemasaran Analysis Perencanaan dan Implementasi”, Salemba Empat, Jakarta.
- Kotler, Philip (2000), ”Marketing Management”, Prentice Hall Inc
- Martila A. John and James C. John (1997). “The Analysis of the Importance and Satisfaction level of the Customers”
- Nasrah Jusmin (2003). ”Analisa Tingkat Kepuasan Penumpang Terhadap Kinerja Pengemudi Angkutan Mikrolet-Studi Kasus di Jl. Urip Sumohardjo Makasar”,
- Parasuraman, A, Valarie A. Zeithaml, and L. Berry (1985). “A. Conceptual Model of Service Quality and Its Implications for Future Research”, Journal Marketing, Vol. 49 (Fall), pp. 41-50.
- Rudy Setiawan (2005). ”Analisa Tingkat Kepuasan Pengguna Kereta Api Komuter Surabaya-Sidoarjo”, Simposium VIII FSTPT, Universitas Sriwijaya.
- Schnaars, Steven P. (1991). ”Marketing Strategy: A Customer-Driven Approach”, New York, The Free Press.
- Tse, D.K, and P.C. Wilton (1998). ”Models of Consumer Satisfaction Formation: An Extension”, Journal Marketing Research.