Ads 468x60px

.

Tuesday 8 June 2010

FAKTOR-FAKTOR PERTUMBUHAN EKONOMI


1. Tenaga Kerja
Sebagaimana diketahui bahwa menurut teori pertumbuhan ekonomi klasik tenaga kerja adalah faktor yang penting dalam kegiatan perekonomian, selain faktor modal, kekayaan alam, dan teknologi. Dalam analisis Klasik disebutkan bahwa kegiatan perekonomian akan selalu pada posisi kesempatan kerja penuh atau full employment, ini dikarenakan pada pandangan mereka bahwa perekonomian tidak akan terjadi kekurangan permintaan.

Disamping itu menurut teori ekonomi klasik keadaan perekonomian yang selalu mencapai kesempatan kerja penuh disebabkan oleh fleksibilitas tingkat upah di pasar tenaga kerja. Dalam analisis makroekonomi klasik tingkat upah ditentukan oleh permintaan dan penawaran tenaga kerja. Kelebihan tenaga kerja akan menurunkan tingkat upah dan kekurangan tenaga kerja akan meningkatkan upah.
Fleksibilitas ini akan menyebabkan pada suatu tingkat upah, penawaran tenaga kerja akan selalu sama dengan permintaan tenaga kerja suatu keadaan yang menggambarkan pengangguran tidak berlaku (kesempatan kerja penuh tercapai). Apabila dalam perekonomian terdapat pengangguran para penganggur akan bersedia bekerja pada tingkat upah yang lebih rendah dari yang berlaku di pasar.
Keadaan ini menimbulkan kekuatankekuatan yang akan menurunkan tingkat upah, dan penurunan tingkat upah ini akan memperluas tingkat kegiatan ekonomi. Di dalam analisis mereka ahliahli ekonomi Klasik berkeyakinan: (1) para pengusaha akan mencari keuntungan maksimum. (2) keuntungan maksimum akan dicapai pada keadaan dimana upah sama dengan produksi fisikal marjinal.
Dalam gambar 2.1(b) diatas ditunjukkan permintaan (DL) dan penawaran (SL dan SL’) tenaga kerja dalam perekonomian. Misalkan pada mulanya penawaran tenaga kerja adalah SL. Maka keseimbangan asal dari permintaan dan penawaran tenaga kerja dicapai di titik E0. Berdasarkan keseimbangan ini tingkat upah adalah W0 dan jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah sebesar N0. Seterusnya misalkan dalam perekonomian terjadi perubahan terhadap tingkat penawaran tenaga kerja. Perubahan ini digambarkan oleh perpindahan kurva penawaran SL menjadi SL’. Sebagai akibat dari perubahan ini, pada tingkat upah sebesar W0 jumlah tenaga kerja yang ditawarkan adalah N2, sedangkan pengusaha hanya ingin menggunakan sebanyak N0 tenaga kerja. Dengan demikian terjadi pengangguran sebesar N0N2. Kelebihan tenaga kerja ini akan mendorong kemerosotan upah sehingga tingkat dimana penawaran tenaga kerja yang baru sama dengan permintaan tenaga kerja. Keadaan itu dicapai E1, dan dengan demikian upah adalah sebesar W1 dan jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam perekonomian adalah N1.
Sebagai salah satu faktor penting penentu tingkat kegiatan perekonomian, maka semakin banyak tenaga kerja yang digunakan akan semakin tinggi tingkat pendapatan nasional yang akan dicapai.
Pada mulanya keseimbangan pasar tenaga kerja dicapai pada titik E0 dengan tingkat upah W0. Fungsi produksi pada titik keseimbangan ini adalah Y=f(N) dengan tingkat pendapatan nasional sebesar Y0. Kemudian terjadi perubahan keseimbangan pada pasar tenaga kerja yang ditandai dengan bergesernya kurva permintaan tenaga kerja dari ND menjadi ND1 dengan tingkat upah sebesar W1. Bergesernya titik keseimbangan pasar tenaga kerja dari titik E0 menjadi E1 akan merubah fungsi produksi menjadi Y=f’(N) dengan tingkat pendapatan nasional sebesar Y1.

Hukum Hasil Lebih Yang Semakin Berkurang
Hukum hasil lebih yang semakin berkurang (the law of diminishing return to scale) merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahpisahkan dari teori produksi. Hukum tersebut menjelaskan sifat pokok dari hubungan diantara tingkat produksi dan tenaga kerja yang digunakan untuk mewujudkan produksi tersebut. Hukum hasil lebih yang semakin berkurang menyatakan bahwa apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya (tenaga kerja) terus menerus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya mencapai nilai negatif. Sifat pertambahan produksi seperti ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan akhirnya ia mencapai tingkat yang maksimum dan kemudian menurun.
Ada 3 tahap dalam hubungan antara produksi dan tenaga kerja:
1. Tahap pertama ( constan return to scale ) : produksi margimal tenaga kerja tambahan adalah sama dengan marginal produk tenaga kerja sebelumnya.
2. Tahap kedua ( Diminishing return to scale) : produksi marginal tenaga kerja tambahan adalah lebih kecil dari produksi marginal tenaga kerja sebelumnya.
3. Tahap ketiga ( Negative return to scale ) : produksi marginal tenaga kerja tambahan adalah bernilai negatif jika dibandingkan dengan produksi marginal tenaga kerja sebelumnya.

2. Investasi dan Pengeluaran Pemerintah Investasi
Teori ekonomi mengartikan atau mendefenisikan investasi sebagai: pengeluaranpengeluaran untuk membeli barangbarang modal dan peralatanperalatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barangbarang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksikan barang dan jasa di masa yang akan datang. (Sukirno, 2005).
Menurut teori Klasik, tingkat investasi yang dilakukan akan selalu sama dengan tingkat tabungan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh karena tingkat investasi dan tabungan samasama ditentukan oleh tinggi rendah suku bunga. Dalam pemikiran ahli ekonomi klasik tingkat tabungan masyarakat dan investasi samasama ditentukan oleh tingkat suku bunga. Sifat dari keduanya adalah terbalik. Jika tabungan bersifat: semakin tinggi suku bunga, maka semakin tinggi tingkat tabungan masyarakat. Sedangkan investasi bersifat sebaliknya: semakin tinggi tingkat suku bunga, maka semakin rendah investasi yang dilakukan.
Misalkan, setelah terjadinya keseimbangan tabungan dan investasi pada titik E0, berlaku penurunan kegairahan para penanam modal untuk melakukan investasi. Perubahan ini digambarkan oleh pergeseran kurva permintaan dana untuk investasi dari I0 menjadi I1. Sebagai akibat dari perubahan ini pada suku bunga r0 sebanyak S0 tabungan akan ditawarkan dalam pasar, sedangkan investasi merosot menjadi I0’.
Kelebihan tabungan ini akan menurunkan tingkat suku bunga. Akibatnya investasi akan lebih tinggi dari I0 ’ dan tabungan akan lebih rendah dari S0. Keseimbangan kedua akan dicapai di titik E1 dimana tabungan yang baru (S1) telah sama dengan permintaan dana untuk investasi (I1). Keynes tidak sependapat dengan pandangan ahliahli ekonomi klasik yang menyatakan bahwa tingkat tabungan dan investasi sepenuhnya ditentukan oleh tingkat bunga, dan perubahanperubahan dalam tingkat bunga akan menyebabkan tabungan yang tercipta pada tingkat penggunaan tenaga kerja penuh akan selalu sama dengan investasi yang dilakukan oleh para pengusaha. Menurut Keynes, besarnya tabungan yang dilakukan oleh rumahtangga bukan tergantung pada tinggi rendahnya tingkat bunga. Ia terutama tergantung kepada besar kecilnya tingkat pendapatan rumahtangga itu.
Disamping itu Keynes tidak yakin bahwa jumlah investasi yang dilakukan para pengusaha sepenuhnya ditentukan oleh tingkat bunga. Keynes tetap mengakui bahwa tingkat bunga memegang peranan yang cukup menentukan di dalam pertimbangan para pengusaha melakukan investasi. Tetapi disamping faktor itu terdapat beberapa faktor penting lainnnya, seperti keadaan ekonomi pada masa kini, ramalan perkembangannya di masa depan, dan luasnya perkembangan teknologi yang berlaku.
Penanaman modal oleh para pengusaha terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu efisiensi marginal modal dan tingkat bunga. Efisiensi marginal modal adalah tingkat pengembalian modal yang akan diperoleh dari kegiatan investasi yang dilakukan dalam perekonomian. Apakah pengusaha akan menanam modal atau membatalkannya tergantung kepada sifat hubungan di antara efisien marginal modal (atau tingkat pendapatan minimal dari penanaman modal yang dilakukan) dengan tingkat bunga.
Sekiranya tingkat bunga lebih tinggi dari efisiensi marginal dari investasi itu, maka pengusaha akan membatalkan rencananya untuk menanamkan modal. Seorang pengusaha baru akan menanamkan modalnya apabila hasil dari investasinya lebih tinggi dari tingkat bunga. Maka, dalam suatu perekonomian, besarnya jumlah investasi yang akan dilakukan oleh para pengusaha tergantung kepada nilai penanaman modal yang tingkat pengembalian modalnya lebih besar dari tingkat bunga.

3. Peran Pemerintah
Ahliahli ekonomi klasik berkeyakinan sistem pasar bebas mempunyai kemampuan untuk mengatur kegiatan ekonomi secara efisien. Fleksibilitas di berbagai pasaran barang, di pasaran uang dan modal dan tenaga kerja akan dapat menjamin tercapainya tingkat kegiatan ekonomi yang tinggi yaitu kesempatan kerja penuh akan selalu tercapai dan pertumbuhan ekonomi akan berkembang dengan teguh. Ahliahli ekonomi klasik berkeyakinan bahwa pengangguran mungkin berlaku, tetapi keadaan ini merupakan masalah yang bersifat sementara. Menurut ahliahli ekonomi klasik, dalam keadaan pengangguran, npasaran barang dan tenaga kerja akan secara otomatis melakukan penyesuaianpenyesuaian yang pada akhirnya akan menyebabkan keadaan kesempatan kerja penuh tercapai kembali. Oleh sebab itu ahliahli ekonomi klasik tidak melihat pentingnya peranan pemerintah untuk secara aktif mengatur dan mempengaruhi kegiatan perekonomian.
Keynes mengkritik pendapat ahliahli ekonomi Klasik yang menyatakan bahwa perekonomian akan selalu mencapai tingkat kesempatan kerja penuh. Menurut pendapat Keynes tingkat kegiatan dalam perekonomian ditentukan oleh pembelanjaan agregat. Pada umumnya pembelanjaan agregat dalam suatu periode tertentu adalah kurang dari perbelanjaan agregat yang diperlukan untuk mencapai tingkat kesempatan kerja penuh. Keadaan ini disebabkan karena investasi yang dilakukan oleh para pengusaha biasanya adalah lebih rendah dari tabungan yang akan dilakukan dalam perekonomian pada tingkat kesempatan kerja penuh. Menurut pendapatnya sistem pasar bebas dan fleksibilitas suku bunga tidak akan mewujudkankeadaan dimana investasi adalah sama dengan tabungan yang akan diwujudkan pada kesempatan kerja penuh.
Di samping disebabkan oleh kekurangan pembelanjaan agregat, pandangan keynes bahwa pengangguran kerap terjadi dalam perekonomian didasarkan pula pada keadaan di pasaran tenaga kerja, dimana tingkat upah adalah bersifat rigid yaitu tidak mudah berubah. Karena sifat dari tingkat upah yang rigid tersebut kelebihan penawaran tenaga kerja akan terus berlaku dan sistem pasar bebas tidak akan dapat mengatasi masalah pengangguran yang terjadi.
Berdasarkan pada dua kritiknya di atas Keynes berpendapat sistem pasar bebas tidak akan dapat membuat penyesuaianpenyesuaian yang akan menciptakan tingkat kesempatan kerja penuh. Untuk mencapai keadaan itu diperlukan kebijakankebijakan pemerintah. Disamping berusaha untuk mencapai tingkat kesempatan kerja penuh, kebijakan pemerintahperlu pula untuk: (1) menstabilkan tingkat harga dan mencegah inflasi, (2) mengukuhkan pertumbuhan ekonomi, dan (3) menjaga kesetabilan sektor luar negeri.

Investasi dan Pengeluaran Pemerintah dalam Pertumbuhan Ekonomi
Peran dari investasi dan pengeluaran pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi adalah samasama meningkatkan nilai capital stock/stok modal. Semakin tinggi tingkat nilai investasi yang terjadi, maka semakin tinggi pula cadangan kapital/modal yang dapat digunakan dalam perekonomian.
Pentingnya nilai investasi/tabungan yang terjadi dalam perekonomian terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi secara lebih jelas digambarkan oleh toeri HarrodDomar. Secara terpisah Sir Roy F. Harrod (Oxford University) dari Inggris dan Evsey Domar (Massachussets Institute of Technology) dari Amerika Serikat mengembangkan teori pertumbuhan yang bersamaan pandangannya. Oleh sebab itu sekarang ini teori tersebut dikenal sebagai teori HarrodDomar. Teori HarrodDomar ini mempunyai beberapa asumsi yaitu:
1) Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan barang modal dalam masyarakat digunakan secara penuh.
2) Terdiri dari 2 sektor yaitu sektor rumah tangga dan sektor perusahaan, berarti pemerintahan dan perdagangan luar negeri tidak ada.
3) Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik nol.
4) Kecenderungan untuk menabung (marginal propensity to save = MPS) besarnya tetap, demikian juga ratio antara modaloutput (capital output ratio = COR) dan rasio pertambahan modaloutput (incremental capital output ratio = ICOR).
Menurut HarrodDomar, setiap perekonomian pada dasarnya memang harus senantiasa untuk mencadangkan atau menabung sebagian tertentu dari pendapatan nasionalnya untuk menambah atau menggantikan barangbarang modal (gedung, alat-alat, dan bahan baku) yang telah susut atau rusak. Namun untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (capital stok). Jika dianggap ada hubungan ekonomis secara langsung antara besarnya stok modal (K) dan output total (Y), maka setiap tambahan bersih terhadap stok modal (investasi baru) akan mengakibatkan kenaikan output total sesuai dengan rasio modal output tersebut, hubungan ini dikenal dengan istilah rasio modaloutput (COR).
Analisis peran dari investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi juga bisa dilakukan dengan pendekatan teori NeoKlasik (Solow). Dalam analisis NeoKlasik tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi ditentukan oleh faktorfaktor produksi yang tersedia. Pendekatan ini merupakan pendekatan dari teori ekonomi Klasik, dimana pendekatan Klasik lebih cenderung kepada pendekatan supply side atau sisi penawaran.
Ada tiga faktor pertumbuhan yang penting menurut teori NeoKlasik yaitu kapital, tenaga kerja, dan tingkat teknologi yang digunakan. Jika kita asumsikan bahwa tidak terdapat teknologi yang digunakan, maka fungsi produksi adalah:
Y = F (K, N)
Konsep tentang diminishing marginal product of capital pada teori di atas adalah menjadi kunci tentang mengapa perekonomian akan mencapai steady state daripada terus menerus tumbuh tanpa batas. Steadystate adalah kondisi dimana ketika pendapatan dan modal per kapita adalah konstan. Ini dikarenakan investasi yang dibutuhkan untuk menyediakan modal untuk pekerjapekerja baru dan mengganti mesinmesin yang telah usang sama dengan tingkat tabungan yang dihasilkan dalam perekonomian. Jika tabungan lebih besar dari investasi yang dibutuhkan, maka modal per tenaga kerja akan naik dan begitu pula output. Jika tabungan kurang dari nilai investasi yang dibutuhkan maka modal per tenaga kerja dan output akan turun.
Secara lebih jelas adalah investasi yang dibutuhkan untuk menambah capital stok per kapita dan mewujudkan pertumbuhan ekonomi adalah bergantung pada pertambahan penduduk dan depresiasi barang modal. Jika investasi adalah lebih besar dari efek pertambahan jumlah penduduk dan depresiasi maka kapital stok per kapita akan bertambah dan pertumbuhan ekonomi akan wujud dalam perekonomian.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa investasi (yang lebih besar dari efek pertambahan penduduk dan depresiasi) akan mempengaruhi kapital stok perkapita, meningkatnya nilai kapital stok akan meningkatkan ouput per kapita, meningkatnya output per kapita akan mewujudkan pertumbuhan ekonomi.

3 Mutu Sumber Daya Manusia dan Aglomerasi Mutu Sumber Daya Manusia
Pengembangan sumber daya manusia akhirakhir ini menjadi perhatian para pakar ilmu ekonomi. Teoriteori tentang investasi dan kapital mulai mengalami perubahan setelah terbukti bahwa sumber daya manusia memainkan peranan paling vital dalam pembangunan ekonomi. Banyak negara industri maupun negara industri baru memusatkan perhatiannya pada investasi sumber daya manusia karena terbukti merupakan faktor yang signifikan.
Seperti yang telah dituturkan oleh Harry Oshima, bahwa negaranegara asia timur berkembang lebih pesat dibandingkan negaranegara asia tenggara (kecuali singapura) disebabkan oleh perbedaan tingkat kualitas sumber daya manusianya. Satu sisi negaranegara asia timur relatif rebih miskin dalam hal sumber daya alam, bahkan dalam perang dunia kedua dan perang korea sejumlah besar infra struktur sosial dan barangbarang modal mengalami kehancuran, tetapi dalam pertumbuhan ekonominya ternyata kawasan ini lebih maju beberapa tahap di depan dari negaranegara asia tenggara. Ahli ekonomi Jepang ini kemudian mengambil kesimpulan bahwa faktor yang membedakan kedua negara tersebut adalah sumber daya manusia. (Rachbini; 2001).
Modal manusia (human capital) disamping modal fisik dan teknologi merupakan faktor penting penentu pembangunan ekonomi (Mankiw, Romer dan Weil (1992)), sedangkan penentu human capital itu adalah ilmu pengetahuan. Kelebihan ilmu pengetahuan dibandingkan faktor produksi lain adalah bahwa ilmu pengetahuan adalah satu-satunya faktor produksi yang tidak pernah berkurang. Ini menunjukkan bahwa satu-satunya benda di dunia yang tidak pernah berkurang (diminishing) baik dari segi kuantitas maupun kualitas walaupun ia telah digunakan berulang-ulang adalah ilmu pengetahuan.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa terjadinya perbedaan pertumbuhan ekonomi antar negara maju dan negara miskin bukanlah disebabkan oleh ketiadaan upaya negara miskin dalam akses teknologi dibanding negara maju, tetapi semata-mata disebabkan oleh kualitas rendah dari human capital di Negara-negara miskin tersebut. Mereka menemukan bahwa 80% perbedaan pertumbuhan ekonomi antar negara adalah disebabkan oleh faktor modal fisik dan modal manusia, sedangkan 20% lagi sisanya karena faktor-faktor lain.

Aglomerasi
Selama seratus tahun lebih, para pakar geografi, pakar ekonomi, perencana kota, para ahli strategi bisnis, ilmuan regional, dan para ilmuan sosial lainnya telah mencoba memberikan penjelasan tentang “mengapa” dan “dimana” aktivitas ekonomi berlokasi. Ketimpangan distribusi kegiatan ekonomi secara regional dalam satu negara telah menjadi perhatian utama. Inilah yang mendorong dilakukannya banyak penelitian dalam bidang ini (Kuncoro, 2002).
Industri cenderung beraglomerasi di daerah-daerah dimana potensi dan kemampuan daerah tersebut memenuhi kebutuhan mereka, dan mereka mendapat manfaat akibat lokasi perusahaan yang saling berdekatan. Kota umumnya menawarkan berbagai kelebihan dalam bentuk produktifitas dan pendapatan yang lebih tinggi, menarik investasi baru, teknologi baru, pekerja terdidik dan terampil dalam jumlah yang jauh lebih tinggi dibanding perdesaan (Malecki, 1991).
Persebaran sumberdaya yang tidak merata menimbulkan disparitas dalam laju pertumbuhan ekonomi antar daerah. Ketidakmerataan sumber daya ini tercermin pada konsentrasi kegiatan ekonomi yang terjadi pada daerah tertentu saja. Daerah-daerah dimana konsentrasi kegiatan ekonomi terjadi memperoleh manfaat yang disebut dengan ekonomi aglomerasi (agglomeration economies). Seperti yang dikatakan oleh Bradley and Gans (1996), bahwa ekonomi aglomerasi adalah eksternalitas yang dihasilkan dari kedekatan geografis dari kegiatan ekonomi. Selanjutnya adanya ekonomi aglomerasi dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Sebagai akibatnya daerah-daerah yang termasuk dalam aglomerasi pada umumnya mempunyai laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang bukan aglomerasi.

Mutu SDM dan Aglomerasi dalam Pertumbuhan Ekonomi
Pendekatan tentang pengaruh faktor mutu sumber daya manusia terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi bisa dilakukan dengan pendekatan teori Neo-Klasik. Dalam analisis Neo-Klasik faktor pertumbuhan ekonomi adalah modal/kapital, tenaga kerja, dan teknologi. Karena mutu sumber daya manusia dan Aglomerasi akan mempengaruhi tingkat rasio kapital per tenaga kerja yang pada akhirnya akan mempengaruhi output yang dihasilkan, maka mutu sumber daya manusia dan aglomerasi dapat diasumsikan sebagai tingkat teknologi dalam persamaan diatas.
Dalam analisis Neo Klasik, pertumbuhan ekonomi sangat bergantung dari faktor Kapital, Tenaga Kerja dan Tingkat Teknologi yang digunakan.
Y = A(t) F (K, N)
Dimana Y adalah output, A adalah tingkat teknologi, K adalah Kapital dan N adalah tenaga kerja.
Kita mengenal tiga klasifikasi kemajuan teknologi, yaitu: (1) kemajuan teknologi yang bersifat netral (neutral technological progress), yaitu teknologi yang memungkinkan kita mencapai tingkat produksi yang lebih tinggi dengan menggunakan jumlah dan kombinasi faktor input yang sama. Inovasi yang sederhana seperti pengolompokan tenaga kerja (semacam spesialisasi) yang dapat mendorong peningkatan output, adalah contohnya. (2) kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerja (laborsaving technological progress), yaitu kemajuan teknologi yang memungkinkan memperoleh output yang lebih tinggi dari jumlah input tenaga kerja yang sama. (3) kemajuan teknologi yang hemat modal (capitalsaving technological progress), yaitu kemajuan teknologi yang memungkinkan memperoleh output yang lebih tinggi dari jumlah modal yang sama.

RUJUKAN
  1. Ardito Bninadi. 2003. Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Jawa Dan Luar Jawa.Ekonomi Pembangunan. Vol.8 No.1, Juni 2003, hlm: 39-48
  2. Boediono. 1982. Ekonomi Makro. Yogyakarta: BPFE.
  3. Bradley, Rebecca and Gans, Joshua S. 1996. Growth in Australian Cities, The Economic Record, The Economic Society of Australia, Vol 74 (226)
  4. Deliarnov, 1995. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
  5. Didik J. Rachbini. 2001. Pembangunan Ekonomi dan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Grasindo
  6. Dronbusch, Fischer, Startz. 2004. Makroekonomi. Jakarta: PT. Media Global Edukasi
  7. Gujarati, D.N. 2003. Basic Econometrics, 4th Ed. Singapore: McGraw-Hill International Edition
  8. Guritno Mangkoesoebroto. 1993. Ekonomi Publik. Ed. 3, Yogyakarta: BPFE
  9. Lincolin Arsyad. 2005. Pengantar Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah,Ed.2, Yogyakarta: BPFE
  10. Malecki.1991. Technology and Economic Development: The Dinamics of Lokal, Regional and Natural Change, New York: John Wiley &Sonc, INC
  11. Mankiw, Gregory. 2003. makroekonomi, Ed. 5, Jakarta: Erlangga
  12. Meier, G.M. 1995. Leading Issue in Economic Development. 6th Ed, New York:Oxford University Press
  13. Moeljarto T. 1995. Politik Pembangunan: Sebuah Analisis, Konsep, Arah danStrategi. Yogyakarta: Tiara Wacana
  14. Mudrajad Kuncoro. 2001. Metode Kuantitatif: Teori Dan Aplikasi Untuk Bisnis Dan Ekonomi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN
  15. _________. 2002. Analisis spasial dan regional, studi aglomerasidan klusterindustri indonesia. Yogyakarta: UPP AMP YKPN
  16. Nasyith Majidi, 1997. Anggaran Pembangunan dan Ketimpangan Ekonomi AntarDaerah, PRISMA, LPFE-UI
  17. Paul Sihotang. 2001. Pengantar Perekonomian Regional. Jakarta: LPFE-UI
  18. Payaman J. Simanjuntak. 1998. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Ed. 2. Jakarta: LPFE-UI
  19. Richard T. Froyen, 2002. Macroeconomic: Theories and Policies. 7th Ed, NewYork: Prentice Hall International, Inc
  20. Suahazil Nazara. 1994. Pertumbuhan Ekonomi Regional Indonesia, SuatuAplikasi Fungsi Produksi Agregat Indonesia tahun 1985-1991. Bisnis danEkonomi. Vol. 7 No.5
  21. Sadono Sukirno. 2002. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Ed.2, Jakarta: Rajawali Pers
  22. Samuelson, Paul A dan Nordhaus, William D.1996. Makroekonomi. Ed.11,Jakarta: Erlangga
  23. Soelistyo, Sudarsono dan A. Sudarman. 1981. Prospek Kesempatan Kerja danPemerataan Pendapatan dalam Repelita III, dalam Thee Kian Wie (Ed.),Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan. Jakarta: Lembaga Peneliti, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, 1981, hlm: 53-77
  24. Sutarno dan Mudrajad Kuncoro. 2003. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Antar Kecamatan di Kabupaten Banyumas 1993-2000, Jurnal EkonomiPembangunan, Vol 8 No. 2, Desember 2003, hlm: 97-100
  25. Todaro, M. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Ed.7, Jakarta: Erlangga
  26. Yuwono Prawisetoto, 2002, Desentralisasi Fiskal Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol 2 Agustus, hlm: 132-143.

Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

ARTIKEL TERKAIT