Pendekatan
terhadap pentingnya PMA dalam perekonomian suatu negara dapat dilihat melalui
model perekonomian terbuka yang dimulai dengan persamaan identitas sebagai
berikut:
Y ≡ C +
I + G + (X-M)
Y ≡ C +
S + T
Sehingga
jika persamaan (1) dan (2) disubstitusikan menjadi:
C +S+T =
C+I+G+(X-M)
S+T =
I+G+(X-M)
(S-I)
+(T-G) = (X-M)
Tabungan
domestik merupakan fungsi dari tingkat bunga (r), sehingga besar kecilnya
sangat tergantung pada tinggi rendahnya tingkat bunga. Sedangkan besar kecilnya
deficit anggaran pemerintah salah satunya pengaruhi oleh tingkat harga (p) dimana
tinggi rendahnya harga barang dan jasa sangat terkait dengan tingkat inflasi (π).
Sementara
itu, surplus atau deficit neraca transaksi berjalan ditentukan oleh nilai tukar
mata uang suatu Negara (e), mengingat bahwa nilai ekspor dan impor sangat
dipengaruhi oleh besarnya nilai mata uang domestic terhadap mata uang asing
(kurs). Oleh karena itu untuk mendorong investasi demi tercapainya target
pertumbuhan ekonomi diperlukan kestabilan pada variable tingkat bunga (r) ,
tingkat inflasi (π ), dan nilai tukar (e).
Namun
dalam suatu perekonomian dimana kondisi (S-I) negative atau terdapat kesenjangan
antara investasi dan tabungan (saving-investment gap) dan (T-G) negative
(anggaran pemerintah deficit) maka seharusnya dapat dibiayai dengan surplus
pada neraca perdagangan (X-M). Jika pada kenyataannya surplus neraca
perdagangan tidak mampu menutup kondisi double deficit tersebut, maka
pemerintah harus mencari sumber dari luar negeri . Hal ini dapat diperoleh
dengan dua cara, yaitu dengan pinjaman luar negeri dan Penanaman Modal Asing.
Pengertian
penanaman modal asing menurut Undang-Undang nomor 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing adalah penanaman modal asing secara langsung yang
dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-Undang di Indonesia,
dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung, menanggung resiko dari penanaman
modal tersebut. Sedangkan pengertian modal asing dalam Undang-undang tersebut
adalah:
a. alat pembayaran luar negeri yang
tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan
Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia;
b. alat-alat untuk perusahaan,
termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan, yang
dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Indonesia, selama alat-alat tersebut
tidak dibiayai dari kekayaan devisi Indonesia;
c. bagian dari hasil perusahaan yang
berdasarkan Undang-undang ini perkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk
membiayai perusahaan Indonesia.
Sedangkan
menurut Krugman & Obsfeld, 2003, Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan
aliran modal internasional dimana suatu perusahaan di suatu Negara mendirikan
atau memperluas cabang perusahaan di negara lain. Ciri khas dari PMA adalah
bahwa PMA tidak hanya berkaitan dengan masalah transfer sumber daya, namun terkait
juga dengan masalah pengendalian. PMA dapat berupa greenfield, yaitu
dengan membuka pabrik baru atau cabang perusahaan baru di negara lain, merger
dengan perusahaan asing maupun dengan mengakuisisi perusahaan asing maupun
domestik yang sudah ada di negara lain.
Aliran
modal dari suatu negara ke negara lainnya bertujuan untuk memperoleh pendapatan
yang lebih tinggi, yang lebih produktif dan juga sebagai diversifikasi usaha. (Brooks,et,al,
2003). Hasil yang diharapkan dari aliran modal internasional adalah meningkatnya
output dan kesejahteraan dunia. Disamping peningkatan income dan output,
keuntungan bagi negara tujuan dari aliran modal asing adalah:
1. investasi asing membawa teknologi
yang lebih mutakhir. Besar kecilnya keuntungan bagi negara tujuan tergantung
pada kemungkinan penyebaran teknologi yang bebas bagi perusahaan.
2. investasi asing meningkatkan
kompetisi di negara tujuan. Masuknya perusahaan baru dalam sektor yang tidak
diperdagangkan (non tradable sector) meningkatkan output industri dan
menurunkan harga domestik, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan.
3. investasi asing menghasilkan
investasi domestik. Dalam analisis terhadap 58 negara berkembang, Bosworth dan
Collin (1999) menemukan bahwa sekitar setengah dari setiap dollar aliran modal
menyebabkan meningkatnya investasi investasi domestik.
4. investasi asing memberikan
keuntungan dalam hal meningkatkan akses pasar karena skala ekonomis.
5. investasi asing dapat berperan dalam mengatasi
kesenjangan nilai tukar dengan negara tujuan (investment gap). Masuknya
investasi asing dapat mengatasi masalah tidak tercukupinya valuta asing yang
digunakan untuk membiayai impor faktor produksi dari luar negeri.
Menurut
Kwan (1998), peningkatan yang cepat dalam investasi langsung di Asia sejak awal
1990-an menjadi sumber dana pendukung pembangunan ekonomi Asia. Hal ini karena
investasi langsung merupakan sumber dana yang paling stabil dan dapat langsung
memperbesar kapasitas produksi.
PMA
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor stabilitas politik dan keamanan
suatu negara yang paling dipertimbangkan oleh investor asing (Sjoholm, 2000).
Sedangkan berdasarkan hasil riset dari KPPOD pada tahun 2003, faktor kelembagaan,
sosial politik, ekonomi daerah, tenaga kerja dan produktivitas serta infrastruktur
fisik merupakan indikator-indikator yang berpengaruh terhadap daya tarik investasi
di daerah-daerah di Indonesia. Namun menurut asumsi rasionalitas, investor akan
menanamkan modal pada satu tingkat keuntungan tertentu yang diharapkan atas investasinya
sehingga daya beli masyarakat lokal yang dicerminkan oleh GDP suatu negara juga
berpengaruh terhadap keputusan investasi asing (Sudarsono, 2003).
Berkaitan
dengan penyebab dan pengaruh melonjaknya PMA di Amerika Serikat sejak akhir
1980-an, Graham dan Krugman (1993), mengatakan bahwa penentu utama dari PMA
adalah keterbatasan perusahaan (boundaries of the firm). Ada dua
pendekatan pokok mengenai keterbatasan perusahaan ini, yang pertama adalah
masalah antara biaya transaksi (cost of transaction) dan biaya akibat
birokrasi atau kelembagaan yang kurang fleksibel (cost of institutional
rigidities). Faktor-faktor seperti perbaikan komunikasi dan teknologi
informasi dapat meningkatkan fleksibilitas organisasi yang besar dan mampu menjelaskan
alasan melonjaknya PMA.
Pandangan
yang kedua adalah perilaku yang lebih pada skala dibandingkan scope bisnis.
Misalnya, suatu perusahaan dapat tumbuh “terlalu “ besar sebagai akibat dari insentif
manajer (agents) yang berbeda dengan pemilik (principals). Dengan
pendekatan ini, menurut Graham dan Krugman, ada empat alasan dimana bisnis
multinasional bisa berkembang: meningkatnya integrasi pasar dunia, pertumbuhan
yang sama dari pasar nasional, perbaikan teknologi komunikasi dan pengendalian,
dan pertumbuhan yang simetris dalam kemampuan teknologi internasional.
Namun
Graham dan Krugman juga mendiskusikan tiga teori berkaitan dengan peningkatan
PMA, yaitu: valuation effects, tax changes, dan trade barriers.
Mereka lebih menekankan pada valuation effects, dimana secara internal
dana lebih murah daripada eksternal, sehingga fluktuasi dana internal dapat
menerangkan fluktuasi PMA. Perilaku nilai tukar dan harga saham setelah akhir
1980 juga dapat menerangkan melonjaknya aliran investasi keluar dari Jepang dan
masuknya investasi di Amerika Serikat. Graham dan Krugman juga menyatakan bahwa
masalah agensi yang sama dengan tabungan dan pinjaman Amerika Serikat selama
periode tersebut menyebabkan sikap perusahaan yang lebih agresif terhadap
risiko dan meningkatkan jumlah PMA.
Sedangkan
McCulloh dalam Froot (1993) menyatakan dua masalah perekonomian yang
berpengaruh terhadap PMA adalah nilai tukar dan hambatan perdagangan. McCulloh
berpendapat bahwa jika fluktuasi nilai tukar besar dan tidak dapat diprediksi, perusahaan
multinasional memperoleh keuntungan melalui perusahaan domestik karena kemampuannya
untuk menggeser marginal production and sales sebagai respons terhadap
perubahan nilai tukar. Import barrier juga berpengaruh penting sebagai substitusi
perdagangan bagi PMA, namun secara empiris mempunyai pengaruh yang jauh lebih
lemah dibandingkan dengan nilai tukar. Hal ini karena perusahaan domestik lebih
dapat menyesuaikan diri dengan mengambil keuntungan dari hambatan perdagangan melalui
investasi domestik.
Menurut
Prakosa (2003), faktor yang mempengaruhi PMA di Indonesia meliputi PDB,
tabungan nasional, pajak dan insentif pajak. Dia menyimpulkan bahwa kebijakan insentif
pajak tax holiday merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi perkembangan
PMA di Indonesia. Namun dari berbagai penelitian yang dilakukan terdahulu
berkaitan dengan faktor yang berpengaruh terhadap PMA, maka faktor ekonomi
negara tujuan merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh investor karena
berdasarkan asumsi rasionalitas maka investasi sangat tergantung pada tingkat
keuntungan yang diharapkan (expected return).
Oleh
karena itu, kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk penciptaan kondisi perekonomian
yang stabil sangat diperlukan bagi kondusifnya iklim investasi. Dalam regim
devisa bebas (perfect capital mobility), dibawah sistem nilai tukar
flaksibel, maka kebijakan moneter lebih efektif dibandingkan dengan kebijakan
fiskal. Kebijakan moneter meliputi langkah-langkah pemerintah – yang
dilaksanakan oleh Bank Sentral (di Indonesia bank sentral adalah Bank
Indonesia) –untuk mempengaruhi (merubah) penawaran uang dalam perekonomian atau
merubah tingkat bunga, dengan maksud untuk mempengaruhi permintaan agregat
(Sukirno, 2002).
Investasi
(penanaman modal) merupakan salah satu komponen pengeluaran agregat yang sangat
dipengaruhi oleh tingkat bunga. Tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi
penanaman modal, sehingga untuk mendukung peningkatan penanaman modal penurunan
tingkat bunga merupakan syarat mutlak. Untuk tujuan ini kebijakan moneter dapat
diambil dengan cara mempengaruhi jumlah uang yang beredar dalam masyarakat.
RUJUKAN
- Ball, Christopher P and Javier Rayes, 2004, “Inflation Targeting or Fear of Floating in Disguise: The Case of Mexico” in International Jurnal of Finance and Economics. January.
- Ball, L. 1997. Efficient Rule for Monetary Policy, NBER Working Paper No. 5952.
- Bernanke, Ben S. et al. 1999. Inflation Targeting, Lessons from the International Experience, New Jersey.
- Brooks, Douglas H. Et.al. 2003. “Foreign Direct Investment in Developing Asia: Trends, Effects, and Likely Issues for the Forthcoming WTO Negotiations” ERD Working Paper No. 38.
- Chen, David Y. 2005. “Foreign Direct Investment in the United States: Interest and Exchange Rate” in Southern Business Review Froot, Kenneth A. 1993. “Foreign Direct Investment” in National Bureau of Economic Research. London.
- Froyen, Richard T. 2003. Macroeconomics, Theories and Policies, International Edition, New Jersey.
- Gujarati, Damodar. 2003. Basic Econometrics. First Edition, New York: Mc Grow Hill.
- Jr, Kelly William A, and Miles James A. 1989. “Capital Structure Theory and the Fisher Effect” in The Financial Review.
- Krugman and Obsfeld. 2003. International Economics, Theory and Policy. Sixth Edition. Boston.
- Kwan, CH. et. al. 1998. Coping with Capital Inflow in East Asia. Tokyo.
- Manurung, Rahardja. 2002. Pengantar Ilmu Ekonomi. Jakarta: LPFE Universitas Indonesia.
- Natagami, Keizo. 1980. Monetary Theory. Amsterdam: North Holland Publishing Company.
- Nopirin. 1990. Ekonomi Moneter, Buku II. Yogyakarta: BPFE.
- Prakosa. 2003. Pengaruh Tax Holiday terhadap PMA di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Moneter.
- Rossenberg, Michael R. 2003. Exchange Rate Determination, Models and Strategies for Exchange Rate Forecasting.
- Solikin. 2005. Fluktuasi Makroekonomi dan Respon Kebijakan yang Optimal di Indonesia. (Disertasi tidak dipublikasikan). Universitas Indonesia.
- Sudarsono, Heri. 2003. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Moneter.
- Sukirno, Sadono. 2002. Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta: Rajawali Press Svensson.
- Lars E.O. 1997. “Inflation Forecast Targeting: Implementing and Monitoring Inflation Target” in European Economic Review.
- Taylor, John B. 2001.” The Role of Exchange Rate in Monetary Policy Rules” in The Amarican Economic Review.
- ______. 1993. “Discretion versus Policy Rules in Practice” Carniege-Rochester Conferences Series on Public Policy, 39.
- ______. 1999. Monetary Policy Rules, NBER Conference Report. Chicago: The University of Chicago Press.
- Warjiyo, Perry. 2004. Bank Sentral Republik Indonesia Sebuah Pengantar, Jakarta.
- Wong, Ka-Fu. 2000. “Variability in the Effects on Monetary Policy in Economic Activity” in Journal of Money, Credit and Banking.