Ads 468x60px

.

Sunday 1 May 2011

PENANAMAN MODAL ASING


Pendekatan terhadap pentingnya PMA dalam perekonomian suatu negara dapat dilihat melalui model perekonomian terbuka yang dimulai dengan persamaan identitas sebagai berikut:
Y ≡ C + I + G + (X-M)
Y ≡ C + S + T
Sehingga jika persamaan (1) dan (2) disubstitusikan menjadi:
C +S+T = C+I+G+(X-M)
S+T = I+G+(X-M)
(S-I) +(T-G) = (X-M)
Tabungan domestik merupakan fungsi dari tingkat bunga (r), sehingga besar kecilnya sangat tergantung pada tinggi rendahnya tingkat bunga. Sedangkan besar kecilnya deficit anggaran pemerintah salah satunya pengaruhi oleh tingkat harga (p) dimana tinggi rendahnya harga barang dan jasa sangat terkait dengan tingkat inflasi (π).

Sementara itu, surplus atau deficit neraca transaksi berjalan ditentukan oleh nilai tukar mata uang suatu Negara (e), mengingat bahwa nilai ekspor dan impor sangat dipengaruhi oleh besarnya nilai mata uang domestic terhadap mata uang asing (kurs). Oleh karena itu untuk mendorong investasi demi tercapainya target pertumbuhan ekonomi diperlukan kestabilan pada variable tingkat bunga (r) , tingkat inflasi (π ), dan nilai tukar (e).
Namun dalam suatu perekonomian dimana kondisi (S-I) negative atau terdapat kesenjangan antara investasi dan tabungan (saving-investment gap) dan (T-G) negative (anggaran pemerintah deficit) maka seharusnya dapat dibiayai dengan surplus pada neraca perdagangan (X-M). Jika pada kenyataannya surplus neraca perdagangan tidak mampu menutup kondisi double deficit tersebut, maka pemerintah harus mencari sumber dari luar negeri . Hal ini dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu dengan pinjaman luar negeri dan Penanaman Modal Asing.
Pengertian penanaman modal asing menurut Undang-Undang nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing adalah penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-Undang di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung, menanggung resiko dari penanaman modal tersebut. Sedangkan pengertian modal asing dalam Undang-undang tersebut adalah:
a. alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia;
b. alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan, yang dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Indonesia, selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisi Indonesia;
c. bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-undang ini perkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan Indonesia.
Sedangkan menurut Krugman & Obsfeld, 2003, Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan aliran modal internasional dimana suatu perusahaan di suatu Negara mendirikan atau memperluas cabang perusahaan di negara lain. Ciri khas dari PMA adalah bahwa PMA tidak hanya berkaitan dengan masalah transfer sumber daya, namun terkait juga dengan masalah pengendalian. PMA dapat berupa greenfield, yaitu dengan membuka pabrik baru atau cabang perusahaan baru di negara lain, merger dengan perusahaan asing maupun dengan mengakuisisi perusahaan asing maupun domestik yang sudah ada di negara lain.
Aliran modal dari suatu negara ke negara lainnya bertujuan untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi, yang lebih produktif dan juga sebagai diversifikasi usaha. (Brooks,et,al, 2003). Hasil yang diharapkan dari aliran modal internasional adalah meningkatnya output dan kesejahteraan dunia. Disamping peningkatan income dan output, keuntungan bagi negara tujuan dari aliran modal asing adalah:
1. investasi asing membawa teknologi yang lebih mutakhir. Besar kecilnya keuntungan bagi negara tujuan tergantung pada kemungkinan penyebaran teknologi yang bebas bagi perusahaan.
2. investasi asing meningkatkan kompetisi di negara tujuan. Masuknya perusahaan baru dalam sektor yang tidak diperdagangkan (non tradable sector) meningkatkan output industri dan menurunkan harga domestik, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan.
3. investasi asing menghasilkan investasi domestik. Dalam analisis terhadap 58 negara berkembang, Bosworth dan Collin (1999) menemukan bahwa sekitar setengah dari setiap dollar aliran modal menyebabkan meningkatnya investasi investasi domestik.
4. investasi asing memberikan keuntungan dalam hal meningkatkan akses pasar karena skala ekonomis.
5. investasi asing dapat berperan dalam mengatasi kesenjangan nilai tukar dengan negara tujuan (investment gap). Masuknya investasi asing dapat mengatasi masalah tidak tercukupinya valuta asing yang digunakan untuk membiayai impor faktor produksi dari luar negeri.
Menurut Kwan (1998), peningkatan yang cepat dalam investasi langsung di Asia sejak awal 1990-an menjadi sumber dana pendukung pembangunan ekonomi Asia. Hal ini karena investasi langsung merupakan sumber dana yang paling stabil dan dapat langsung memperbesar kapasitas produksi.
PMA dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor stabilitas politik dan keamanan suatu negara yang paling dipertimbangkan oleh investor asing (Sjoholm, 2000). Sedangkan berdasarkan hasil riset dari KPPOD pada tahun 2003, faktor kelembagaan, sosial politik, ekonomi daerah, tenaga kerja dan produktivitas serta infrastruktur fisik merupakan indikator-indikator yang berpengaruh terhadap daya tarik investasi di daerah-daerah di Indonesia. Namun menurut asumsi rasionalitas, investor akan menanamkan modal pada satu tingkat keuntungan tertentu yang diharapkan atas investasinya sehingga daya beli masyarakat lokal yang dicerminkan oleh GDP suatu negara juga berpengaruh terhadap keputusan investasi asing (Sudarsono, 2003).
Berkaitan dengan penyebab dan pengaruh melonjaknya PMA di Amerika Serikat sejak akhir 1980-an, Graham dan Krugman (1993), mengatakan bahwa penentu utama dari PMA adalah keterbatasan perusahaan (boundaries of the firm). Ada dua pendekatan pokok mengenai keterbatasan perusahaan ini, yang pertama adalah masalah antara biaya transaksi (cost of transaction) dan biaya akibat birokrasi atau kelembagaan yang kurang fleksibel (cost of institutional rigidities). Faktor-faktor seperti perbaikan komunikasi dan teknologi informasi dapat meningkatkan fleksibilitas organisasi yang besar dan mampu menjelaskan alasan melonjaknya PMA.
Pandangan yang kedua adalah perilaku yang lebih pada skala dibandingkan scope bisnis. Misalnya, suatu perusahaan dapat tumbuh “terlalu “ besar sebagai akibat dari insentif manajer (agents) yang berbeda dengan pemilik (principals). Dengan pendekatan ini, menurut Graham dan Krugman, ada empat alasan dimana bisnis multinasional bisa berkembang: meningkatnya integrasi pasar dunia, pertumbuhan yang sama dari pasar nasional, perbaikan teknologi komunikasi dan pengendalian, dan pertumbuhan yang simetris dalam kemampuan teknologi internasional.
Namun Graham dan Krugman juga mendiskusikan tiga teori berkaitan dengan peningkatan PMA, yaitu: valuation effects, tax changes, dan trade barriers. Mereka lebih menekankan pada valuation effects, dimana secara internal dana lebih murah daripada eksternal, sehingga fluktuasi dana internal dapat menerangkan fluktuasi PMA. Perilaku nilai tukar dan harga saham setelah akhir 1980 juga dapat menerangkan melonjaknya aliran investasi keluar dari Jepang dan masuknya investasi di Amerika Serikat. Graham dan Krugman juga menyatakan bahwa masalah agensi yang sama dengan tabungan dan pinjaman Amerika Serikat selama periode tersebut menyebabkan sikap perusahaan yang lebih agresif terhadap risiko dan meningkatkan jumlah PMA.
Sedangkan McCulloh dalam Froot (1993) menyatakan dua masalah perekonomian yang berpengaruh terhadap PMA adalah nilai tukar dan hambatan perdagangan. McCulloh berpendapat bahwa jika fluktuasi nilai tukar besar dan tidak dapat diprediksi, perusahaan multinasional memperoleh keuntungan melalui perusahaan domestik karena kemampuannya untuk menggeser marginal production and sales sebagai respons terhadap perubahan nilai tukar. Import barrier juga berpengaruh penting sebagai substitusi perdagangan bagi PMA, namun secara empiris mempunyai pengaruh yang jauh lebih lemah dibandingkan dengan nilai tukar. Hal ini karena perusahaan domestik lebih dapat menyesuaikan diri dengan mengambil keuntungan dari hambatan perdagangan melalui investasi domestik.
Menurut Prakosa (2003), faktor yang mempengaruhi PMA di Indonesia meliputi PDB, tabungan nasional, pajak dan insentif pajak. Dia menyimpulkan bahwa kebijakan insentif pajak tax holiday merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi perkembangan PMA di Indonesia. Namun dari berbagai penelitian yang dilakukan terdahulu berkaitan dengan faktor yang berpengaruh terhadap PMA, maka faktor ekonomi negara tujuan merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh investor karena berdasarkan asumsi rasionalitas maka investasi sangat tergantung pada tingkat keuntungan yang diharapkan (expected return).
Oleh karena itu, kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk penciptaan kondisi perekonomian yang stabil sangat diperlukan bagi kondusifnya iklim investasi. Dalam regim devisa bebas (perfect capital mobility), dibawah sistem nilai tukar flaksibel, maka kebijakan moneter lebih efektif dibandingkan dengan kebijakan fiskal. Kebijakan moneter meliputi langkah-langkah pemerintah – yang dilaksanakan oleh Bank Sentral (di Indonesia bank sentral adalah Bank Indonesia) –untuk mempengaruhi (merubah) penawaran uang dalam perekonomian atau merubah tingkat bunga, dengan maksud untuk mempengaruhi permintaan agregat (Sukirno, 2002).
Investasi (penanaman modal) merupakan salah satu komponen pengeluaran agregat yang sangat dipengaruhi oleh tingkat bunga. Tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi penanaman modal, sehingga untuk mendukung peningkatan penanaman modal penurunan tingkat bunga merupakan syarat mutlak. Untuk tujuan ini kebijakan moneter dapat diambil dengan cara mempengaruhi jumlah uang yang beredar dalam masyarakat.

RUJUKAN

  1. Ball, Christopher P and Javier Rayes, 2004, “Inflation Targeting or Fear of Floating in Disguise: The Case of Mexico” in International Jurnal of Finance and Economics. January.
  2. Ball, L. 1997. Efficient Rule for Monetary Policy, NBER Working Paper No. 5952.
  3. Bernanke, Ben S. et al. 1999. Inflation Targeting, Lessons from the International Experience, New Jersey.
  4. Brooks, Douglas H. Et.al. 2003. “Foreign Direct Investment in Developing Asia: Trends, Effects, and Likely Issues for the Forthcoming WTO Negotiations” ERD Working Paper No. 38.
  5. Chen, David Y. 2005. “Foreign Direct Investment in the United States: Interest and Exchange Rate” in Southern Business Review Froot, Kenneth A. 1993. “Foreign Direct Investment” in National Bureau of Economic Research. London.
  6. Froyen, Richard T. 2003. Macroeconomics, Theories and Policies, International Edition, New Jersey.
  7. Gujarati, Damodar. 2003. Basic Econometrics. First Edition, New York: Mc Grow Hill.
  8. Jr, Kelly William A, and Miles James A. 1989. “Capital Structure Theory and the Fisher Effect” in The Financial Review.
  9. Krugman and Obsfeld. 2003. International Economics, Theory and Policy. Sixth Edition. Boston.
  10. Kwan, CH. et. al. 1998. Coping with Capital Inflow in East Asia. Tokyo.
  11. Manurung, Rahardja. 2002. Pengantar Ilmu Ekonomi. Jakarta: LPFE Universitas Indonesia.
  12. Natagami, Keizo. 1980. Monetary Theory. Amsterdam: North Holland Publishing Company.
  13. Nopirin. 1990. Ekonomi Moneter, Buku II. Yogyakarta: BPFE.
  14. Prakosa. 2003. Pengaruh Tax Holiday terhadap PMA di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Moneter.
  15. Rossenberg, Michael R. 2003. Exchange Rate Determination, Models and Strategies for Exchange Rate Forecasting.
  16. Solikin. 2005. Fluktuasi Makroekonomi dan Respon Kebijakan yang Optimal di Indonesia. (Disertasi tidak dipublikasikan). Universitas Indonesia.
  17. Sudarsono, Heri. 2003. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Moneter.
  18. Sukirno, Sadono. 2002. Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta: Rajawali Press Svensson.
  19. Lars E.O. 1997. “Inflation Forecast Targeting: Implementing and Monitoring Inflation Target” in European Economic Review.
  20. Taylor, John B. 2001.” The Role of Exchange Rate in Monetary Policy Rules” in The Amarican Economic Review.
  21. ______. 1993. “Discretion versus Policy Rules in Practice” Carniege-Rochester Conferences Series on Public Policy, 39.
  22. ______. 1999. Monetary Policy Rules, NBER Conference Report. Chicago: The University of Chicago Press.
  23. Warjiyo, Perry. 2004. Bank Sentral Republik Indonesia Sebuah Pengantar, Jakarta.
  24. Wong, Ka-Fu. 2000. “Variability in the Effects on Monetary Policy in Economic Activity” in Journal of Money, Credit and Banking.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

ARTIKEL TERKAIT